Tuesday, 14 February 2023

KMAC 4 Redundant 3: Bangkit Lagi Bersama Redundansi

 

Redundant 3: Bangkit Lagi Bersama Redundansi

Oleh Erry Yulia Siahaan

Terjadinya pandemi Covid-9 membawa banyak konsekuensi. Salah satunya banyak pekerja yang dirumahkan. Bukan bekerja dari rumah (online), tetapi dicutikan sementara, bahkan mengalami rasionalisasi alias diberhentikan.

Sebelum pandemi pun, restrukturisasi sebenarnya sudah biasa terjadi. Kemajuan di bidang teknologi membuat sejumlah pekerjaan tidak lagi memerlukan tenaga manusia. Efisiensi menjadi prioritas dalam bisnis profit.

Redundansi kehilangan pekerjaan merupakan realita hidup. Yang masih bisa mencari nafkah patutlah bersyukur. Bagaimana dengan yang kehilangan pekerjaan? Kalau kita yakin bahwa Tuhan Maha Mengetahui dan Maha Kuasa, kita idealnya tetap bersyukur. Kita percaya bahwa Tuhan selalu mempunyai rencana yang baik bagi setiap orang. Tertutupnya satu jalan, bukan berarti kebuntuan. Tuhan sudah menyiapkan jalan yang lain, agar rencana-Nya terjadi. Allah tidak pernah gagal. Allah bertanggungjawab untuk menolong kita jika sesuatu Dia ijinkan terjadi dalam hidup kita.

Redundansi vs Redundansi

Sebelum mengulas bagaimana kita bisa bangkit lagi bersama redundansi, saya garisbawahi bahwa yang dimaksudkan dengan redundansi di sini bisa sebagai kehilangan pekerjaan, entah di satu jenis pekerjaan atau lebih, di satu tempat atau di area lain, pada satu orang yang sama atau berlaku umum.

Redundansi yang berasal dari kata redundant menunjukkan bahwa ada lebih dari satu kali, bersifat pengulangan, yang kadang dinilai kurang baik. Di sini, redundansi berarti diulangnya beberapa kata, frasa, atau klausa lebih dari satu kali, baik pada satu badan frasa, kalimat, paragraf, atau teks yang sama. Juga, redundansi berupa pengulangan makna.

Efek Redundansi

Redundansi bisa berpengaruh kurang baik bagi yang mengalami, terutama jika yang bersangkutan tidak siap menerimanya. Malu, sedih, frustrasi, rendah diri, pesimis, kecewa, panik, merasa diperlakukan tidak adil, dan efek kurang baik lain sangat umum terjadi. Bagi mereka yang menjadi tulang punggung keluarga, redundansi bisa membuat kalang-kabut. Jika tidak siap mental, eks karyawan bisa mengambil jalan pintas yang bisa saja berbau kriminal.

Sebagaimana dialami oleh Edo, seorang korban redundansi. Pada usianya yang setengah abad dengan tanggungan satu isteri dan empat anak, berhenti dari kerja membuatnya malu dan gelisah. Untuk mencukupi kebutuhan hidup, Edo berhutang pada saudara dan temannya, tanpa sepengetahuan keluarga. Edo juga terjebak lagi pada dunia lamanya, mabuk. Edo merasa perlu mabuk untuk lari dari bebannya, meski cuma sementara. Edo juga lekas tersinggung. Tak jarang dia memukul isterinya jika tidak tahan harus bagaimana memenuhi kebutuhan isteri dan anak-anaknya yang belum bisa menyesuaikan diri dengan ekonominya yang sedang jatuh. Waktu terus berlalu. Hutang makin banyak, sementara kemampuan membayar tidak ada. Ditelepon dan didatangi penagih hutang menambah beban psikologis bagi diri Edo maupun keluarganya. Bentakan, hinaan, dan teror harus dihadapinya hingga suatu hari Edo memutuskan menerima pekerjaan tidak halal yang pernah ditawarkan oleh temannya, yakni merampok. Berakhirlah Edo di penjara.

Doni, korban redundansi yang lain, sudah beberapa kali mengalami pemutusan kerja selama hidupnya. Tiap kali diputuskerjakan, Doni berhasil bangkit lagi. Yang terakhir, Doni sulit mendapatkan lagi pekerjaan yang sama. Doni mulai frustrasi. Teman-teman dan kerabat mendukung Doni, sehingga terbukalah kesempatan bagi Doni untuk belajar komputer setiap hari. Bekal keterampilan ini membuat Doni kemudian memiliki lebih banyak pilihan dalam mencari pekerjaan. Walhasil, Doni diterima bekerja di supermarket.

Berbeda dengan Waty. Seberhentinya dari kerja, Waty malah santai-santai. Anak bungsu dari lima bersaudara ini menganggap tidak perlu ngoyo mencari kerja atau menambah keterampilan lagi karena masih bisa minta uang dari orangtua atau kakak-kakaknya. Hingga suatu hari usianya bertambah dan ketika orangtua dan saudara-saudaranya sudah tidak mampu menopang kehidupannya, Waty bingung sendiri. Minta ke sana sini terlalu gengsi, tetapi perut harus diisi. Akhirnya, Waty memilih menjadi penipu dana arisan dan kadang mencuri.

Mental yang Kuat

Mereka yang diputuskerjakan sangat membutuhkan bantuan teman-teman dan keluarga untuk dapat melalui masa-masa sulit yang mereka hadapi. Dengan dukungan terus-menerus, mereka akan kembali percaya diri, seperti dialami oleh Doni. Kata terus-menerus berarti ada redundasi. Pengulangan. Karena, dorongan dan dukungan satu kali mungkin belum cukup untuk membuat seseorang bangkit kembali.

Bagaimana dengan Edo dan Waty? Idealnya, Edo tidak perlu berlama-lama merasa malu dan sedih, serta mau terbuka kepada keluarganya. Edo tidak perlu putus asa hingga sampai kembali pada dunia lamanya (mabuk). Juga tidak perlu melakukan tindak kekerasan dalam keluarga. Edo idealnya tetap berusaha mencari pekerjaan,  sementara isteri dan anak-anak Edo seyogyanya bisa menyesuaikan diri dengan kondisi ekonomi yang sedang dihadapi. Sementara Waty idealnya tidak menganggap enteng. Selagi masih muda dan terbuka banyak kesempatan, idealnya Waty tidak santai-santai, tapi terus berusaha untuk tetap produktif dan mau belajar terus untuk meng-upgrade diri.

Pertanyaannya, bagaimana cara agar mereka bisa sampai ke sana? Jika dicermati, kunci untuk bisa menghadapi setiap kondisi adalah kesiapan mental. Mental yang siap adalah mental yang selalu bersyukur dan ikhlas. Mental yang selalu percaya bahwa semua ada atas seijin Tuhan. Artinya, jika Tuhan sudah mengijinkan, Tuhan juga tidak akan membiarkan kita hancur. Sebab, kita percaya, Tuhan memiliki rencana baik untuk setiap orang. Dengan begitu, diberhentikerjakan bukan alasan untuk membenturkan diri pada batu-batu yang bisa menghancurkan, seperti judi, mabuk-mabukan, menutup diri dari keluarga, putus asa, melarikan diri pada tindakan kriminal, bunuh diri, dan sebagainya.

Mental yang kuat hanya mungkin terjadi jika manusia taat dan bertakwa kepada Tuhan. Sebagaimana dikatakan oleh Kitab Mazmur dan nats lainnya dalam Alkitab, tidak ada alasan bagi kita untuk tidak berbahagia dan tidak bersukacita. Jika kita menatap Allah Yang Maha Baik, kita akan tetap percaya bahwa semua yang terjadi adalah untuk kebaikan kita. Menjalin relasi yang baik dengan kerabat dan teman memberikan banyak peluang bagi kita untuk mendengarkan masukan dan bersentuhan dengan kesempatan-kesempatan.

Redundansi

Mental yang kuat adalah mental yang tidak menolak saran yang baik, tidak menyangkal kekurangan diri, mau melakukan introspeksi diri, mau menempa diri untuk lebih baik, hati yang penuh rasa syukur, tetap bersemangat, dan optimistis.

Seperti dikatakan di atas, dukungan satu kali mungkin tidak cukup untuk membuat seseorang bangkit lagi. Untuk mendapatkan dukungan yang intens, seseorang perlu membuka peluang, dengan menjaga relasi dengan banyak teman dan kerabat, terutama dengan Tuhan.

Adalah fakta bahwa orang beriman tidak serta-merta kebal terhadap pemutusan kerja. Namun, orang beriman memiliki ketahanan mental melampaui mereka yang tidak bersandar pada Tuhan. Identitas kita bukanlah terletak pada matapencaharian kita. Karena kalau demikian halnya, pekerjaan akan menjadi sumber identitas diri dan ketika pekerjaan itu hilang, kita bisa terguncang.

Ketahanan mental bukanlah produk instan, melainkan bentukan dari redundansi. Seseorang membutuhkan paparan yang terus-menerus untuk selalu menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Dalam proses dari satu titik ke titik lain yang lebih baik itu, bisa terjadi berulangkali proses jatuh-bangun. Setiap kali jatuh, jatuhnya makin tidak terasa fatal. Setiap kali bangun, bangunnya makin sigap dan lebih baik.

Mengalami pemutusan kerja, seseorang perlu tetap melakukan yang terbaik untuk mendapatkan pekerjaan baru dan menyerahkan hasilnya kepada Tuhan. Pekerjaan adalah hadiah dari Tuhan, bukan sesuatu yang menyelamatkan. Tuhan Maha Kuasa dan Maha Mengetahui. Dia tahu bahwa seseorang kehilangan pekerjaan dan membutuhkan pekerjaan. Tuhan juga tahu jalan mana yang sebaiknya kita ambil untuk sampai pada yang direncanakan-Nya.

Kembali pada Kitab Mazmur yang diwarnai redundansi tentang bagaimana Daun mencintai Taurat Tuhan, kita  juga perlu terus-menerus menjalin keeratan dengan Tuhan. Suka-duka, baik atau tidak baik waktunya, kita tetap bersyukur pada Tuhan. Rajin membaca Firman dan melakukannya merupakan hal yang baik.

Selain Mazmur, banyak bagian lain Alkitab yang mengandung redundansi. Adanya redundansi dalam Alkitab justru diperlukan untuk menguatkan pesan. Analog dengan seorang ibu yang memberikan nasihat kepada anaknya. Pengulangan akan menciptakan penguatan. Penguatan sangat baik untuk internalisasi nilai-nilai. ***

 

 

 

 

 

 

 

 

KMAC 3 Redundant 2: Narasi Kebahagiaan

 

Redundant 2: Narasi Kebahagiaan

Oleh Erry Yulia Siahaan

Tak ada kata lain yang bisa menggambarkan perasaan saya selain “bahagia”. Saya girang sekali menemukan satu demi satu pemahaman baru tentang makna lebih dalam dari kata redundant yang ditanyakan oleh anak saya pada Minggu (12/2) pagi.  Kebahagiaan menghiasi batin saya sepanjang hari, bahkan masih ada sampai saat saya menurunkan tulisan ini.

Sekali lagi, tidak ada yang namanya kebetulan. Niatan untuk beribadah di gereja tidak saya urungkan. Pulang ibadah, saya mendapatkan jawaban melebihi dari apa yang saya cari dan saya butuhkan. Luar biasa Tuhan. Meskipun hujan, diboncengi motor, mengenakan blus putih sesuai kesepakatan dengan teman-teman paduan suara, saya bisa beribadah dengan sukacita dan pulang dengan membawa hadiah dari Tuhan.

Bagaimana saya tidak bahagia, itu adalah kali pertama saya bernyanyi dalam paduan suara di gereja, sejak pandemi Covid-19. Khususnya sejak saya pindah dari gereja lama. Juga, kali pertama paduan suara lanjut usia (lansia) mengisi ibadah lagi tahun ini. Buat saya, itulah kali pertama saya bernyanyi dalam koor lansia, meskipun usia saya baru genap 60 tahun Juli nanti.

Bagaimana pula saya tidak bahagia, bahwa di gereja, Pendeta Ligat U. Simbolon berkotbah tentang nats dalam Mazmur 119, khususnya ayat 1-8, yang menyatakan kata “bahagia” lebih dari satu kali. Atau, bahwa sepulang dari gereja, saya dipertemukan dengan pasal-pasal lain yang mengulangi kata-kata “bahagia”. Bahkan, ada pasal khusus yang sederetan ayatnya berturut-turut menuliskan kata “berbahagialah”.

Atau, bahwa pada hari ini, saya menemukan lagi kata “bahagia” dari renungan kiriman seorang teman dalam WhatsApp grup pendoa syafaat, yakni pada hari yang sama dan waktu selang beberapa menit setelah saya membuka video dari seorang teman. Video berdurasi 2 menit lebih ini menayangkan wajah seorang figur terkenal di Tanah Air yang, di depan kamera, terang-terangan mengaku telah pergi ke sana sini untuk mencari kebahagiaan tapi belum menemukannya. (Dia punya apa saja, bisa membeli apa saja, bisa pergi ke mana saja. Sudah dansa pula sampai malam dengan perempuan-perempuan cantik, katanya, tetapi dia tetap tidak merasakan kebahagiaan.)

Bagaimana saya tidak bahagia, bahwa dari banyak cerita yang saya dapatkan, saya menemukan bagaimana sebuah redundansi dari ayat dalam Alkitab bisa memulihkan jiwa mereka yang mengalami "redundant" alias dipecat atau diberhentikan dari kerja. (Baca tulisan berikutnya: Redundant 3: Bangkit Lagi Bersama Redundansi)

Pasal Romantis

Mazmur merupakan kitab terpanjang dalam Alkitab, di mana di dalamnya terdapat Pasal 119 yang adalah pasal terpanjang (berisi 176 ayat). Bertajuk “Bahagianya orang yang hidup menurut Taurat TUHAN”, pasal ini cukup terkenal dalam hal kebahagiaan dan romantisme penulisnya. Pasal ini sudah banyak memberikan pertolongan bagi orang-orang yang mencari Tuhan, untuk menemukan kekuatan dan penghiburan di kala mengalami beban. Untuk tetap merasakan kebahagiaan, bahkan dalam kondisi sulit sekalipun.

Simbolon menyebut pasal ini sebagai pasal romantis. Daud mengekspresikan suara hatinya sedemikian rupa dalam pasal ini, dengan kata-kata indah, tentang rasa kagum dan keterikatannya pada Taurat Tuhan. Pasal ini diawali dengan kata “berbahagialah”, lalu pada ayat 167 berbunyi “Aku berpegang pada peringatan-peringatan-Mu, dan aku amat mencintainya.” Pada ayat 104, Daud menyatakan dirinya sebagai seseorang yang jatuh cinta pada Taurat Tuhan.

Daud mengungkapkan cintanya yang menggelora dalam Mazmur 119 ayat 97-104. Sebenarnya, kita bisa menemukan romantisme Daud pada bagian lain Kitab Mazmur. Lewat kidungnya, kita akan takjub membaca bahwa pagi, siang, malam, perhatian Daud tertuju pada-Nya. Mazmur 119 ayat 97 jelas-jelas menggambarkan bahwa Daud mencintai Tuhan sepanjang hari. Daud berseru, “Betapa kucintai Taurat-Mu! Aku merenungkannya sepanjang hari.” Nyata, bahwa Daud tidak mencintai Tuhan hanya dengan berdoa pada saat bangun tidur atau ketika mau tidur, melainkan sepanjang hari. Bahkan, kecintaannya pada Tuhan membuatnya berani dan rela memberikan apapun yang dia punya untuk menyenangkan hati Tuhan (Kitab 1 Tawarikh 22 ayat 2-19).

Redundasi

Mazmur 119 ayat 1 berbunyi “Berbahagialah orang-orang yang hidupnya tidak bercela, yang hidup menurut Taurat TUHAN.” dan ayat 2 “Berbahagialah orang-orang yang memegang peringatan-peringatan-Nya, yang mencari Dia dengan segenap hati”. Pengulangan ini, dari segi semantik, bisa saja dinilai tidak diperlukan. Alias, pemborosan atau redundansi. Namun, tidak demikian halnya dengan pengulangan itu bagi yang mengekspresikannya. Pengulangan itu dinilai perlu untuk memberikan penekanan pada pesan yang disampaikan.

(Ya, seperti yang saya lakukan dengan tulisan ini. Saya sengaja melakukan pengulangan kata "bahagia" untuk menekankan pesan bahwa saya memang sedang berbahagia.)

Redundansi tentang esensi “bahagia” bisa ditemukan juga dalam bagian lain Alkitab. Menurut penghitungan komputer, terdapat 43 kata "bahagia" dalam Alkitab (Reformed Exodus Community, 2018).  Termasuk di dalamnya Mazmur 1 ayat 1-3. Yang spesial adalah kata “Berbahagialah” dalam Injil Matius 5 : 1- 12 yang berisi pesan untuk berbahagia bagi mereka yang miskin, berdukacita, lemah lembut, lapar dan haus, murah hati, suci hati, membawa damai, dianiaya oleh karena kebenaran, serta jika karena Tuhan kepadanya (malah) difitnahkan segala yang jahat.

Bahwa ada redundansi kata "bahagia", menurut Simbolon, itu bisa dimaklumi, karena sejak jaman penciptaan, memang kebahagiaanlah yang dicari oleh manusia.

Pengulangan yang sifatnya redundant juga ditemukan pada bagian lain Mazmur, seperti pada Mazmur 42 dan 43.

  • Mazmur 42 ayat 5: “Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah!  Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!”
  • Mazmur 42 ayat 11: “Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan mengapa engkau gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!”
  • Mazmur 43 ayat 5: “Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan mengapa engkau gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah! Sebab aku bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!”

Ada kemiripan, bukan? Apakah Daud tidak menyadarinya? Rasanya, tidak. Kejadian serupa terjadi pada Mazmur 14 dan Mazmur 53. Juga pada bagian lain Alkitab, misalnya pada teks yang agak panjang yaitu 2 Raja-Raja 18:13-20:11 & Yesaya 36:1-22:8, serta 2 Raja-Raja 24:18-25:30 & Yeremia 52. Masih banyak yang bisa disebutkan untuk menunjukkan adanya redundansi dalam Alkitab.

Diperlukan

Pegiat rohani Kristen, David T. Lamb membenarkan adanya redundansi pada awal Mazmur 119 adalah baik. “Redundancy is good,” kata Lamb dalam website pribadinya. It’s good to repeat things that are important.”

Menurut Lamb, Kitab Hakim-Hakim juga berisi konten yang redundant. Demikian halnya kitab injil Matius, Markus, dan Lukas. Kitab Kejadian bahkan redundant di banyak tempat. “And I like redundancy in the Bible. It makes a point clearly."

Lamb menggarisbawahi Mazmur 119, di mana penulisnya dinilai telah mengulang-ulang gagasannya untuk menekankan pentingnya pemahaman mengenai hidup seturut Taurat Tuhan. Ini bisa dilihat pada ayat-ayat berikut ini:  27, 34, 73, 99, 100, 104, 125, 130, 144, dan 169.

Pentingnya redundansi juga diungkapkan oleh Pastor Joe McKeever melalui situs pribadinya. McKeever dulu biasa menerbangkan pesawat kecil bermesin ganda dengan sistem redundansi sebagai backup untuk mengatasi kondisi darurat, bilamana diperlukan. McKeever mengatakan tidak bisa membayangkan bagaimana jika dia terbang tanpa backup. Mati atau malfungsinya satu bagian mesin akan berdampak pada bagian yang lain dan itu membahayakan. Untuk itulah redundansi menjadi penting. Jadi, katanya, tidak selamanya redundansi itu kurang baik atau perlu dihilangkan. Bahkan, pemilik perusahaan tidak mesti memecat karyawannya jika memang terdapat redundansi. Jika ada karyawan dinilai kurang pas dengan slot kerjanya, mungkin akan lebih baik bila perusahaan memberi kesempatan bagi karyawan tersebut untuk meng-upgrade diri. Dengan demikian, perusahaan justru akan diuntungkan pada waktunya karena memiliki human capital yang baik.

Menyinggung redundansi dalam Alkitab, Keever merujuk pada Kitab Efesus untuk membuktikan bahwa redundansi itu perlu. Dalam bagian ini, meskipun Rasul Paulus tidak menggunakan kata “redundansi”, kata Keever, dia berusaha keras untuk menyampaikan kepada kita tentang siapa kita di dalam Kristus. Juga, untuk menggunakan berbagai ungkapan untuk apa yang telah Tuhan lakukan bagi semua orang yang ditebus.

Kebahagiaan

Jadi, cara menuju bahagia adalah dengan taat kepada Tuhan, mencintai Tuhan. Nats di atas menunjukkan bahwa Tuhan berjanji kita akan bahagia bila kita taat pada perintah-Nya.

Seperti apa bahagia itu? Banyak orang mengaitkan kebahagiaan dengan kesenangan, kekayaan, kenyamanan, kesuksesan, kekuasaan, dan semacamnya. Tidak mengherankan bila akhirnya kebahagiaan dipandang sebagai lawan kata dari kesusahan. Kekayaan mungkin bisa membuat orang makan enak sambil tertawa. Tapi, seperti kata pepatah, uang tidak bisa membeli kebahagiaan.

Teori umum mengatakan, sebelum menemukan kebahagiaan, kita mesti bisa mendefinisikan dulu apa itu bahagia. Selanjutnya kita mengevaluasi diri apa yang kurang pada diri kita untuk menggapai kebahagiaan itu.

Kunci kebahagiaan sebenarnya ada dalam hati kita. Hati yang penuh rasa syukur dan yang percaya bahwa semua hal terjadi atas seijin Tuhan, termasuk hal-hal yang kita nilai sebagai kesusahan atau penderitaan. Tuhan selalu mampu membalikkan keadaan. Jika kita menyadari itu dan mencintai Tuhan siang-malam, dalam suka-duka, kita pasti menemukan kebahagiaan.

Alkitab mengajarkan bahwa penderitaan bisa menjadi bagian dalam kebahagiaan. Bagaimana bisa? Menurut ukuran dunia, hal itu memang kelihatan tidak mungkin. Tetapi secara rohani, itu mungkin. Menyerahkan hidup untuk memperoleh pengalaman dalam Tuhan, dapat membawa kita pada pertemuan dengan kebahagiaan. ***


KMAC 1 "KMAC" dalam KMAC

Sumber: YPTD

"KMAC" dalam KMAC

“Dari mata turun ke hati,” demikian pepatah lama. “Dari kata turun ke narasi,” demikian pengalaman hidup saya.

Mengawali tantangan 40 hari menulis tanpa jeda, dalam kegiatan bertajuk Karena Menulis Aku Ceria (KMAC), di sini saya memulai langkah untuk memuat serangkaian karya dalam kemasan “Kata-Makna Awal Cerita” atau “KMAC” – suatu bentuk ekspresi berdasarkan kisah nyata bahwa dalam hidup ini tidak ada yang namanya “kebetulan”. Semua terjadi dengan seijin Tuhan, untuk membawa kita pada rencana-Nya yang baik. Tuhan tidak pernah gagal.

Kata demi kata kerap hadir dalam hidup saya. Bukan tanpa makna ternyata, meskipun awal-awalnya sering saya biarkan berlalu begitu saja. Belakangan ini, saya menyadari bahwa kata demi kata itu, bahkan peristiwa-peristiwa yang menyertainya, bukanlah suatu “kebetulan”. Ketika saya mencoba menyimpan kata-kata itu dalam memori saya, kemudian mencaritahu maknanya, bahkan tak jarang menapaki jejak etimologisnya, saya menjadi takjub, terpana. Bahwa, bukan tanpa alasan telah ada pertemuan antara saya dengan kata-kata. Karena, dari sana, melalui tapak-tilas makna, lahir sejumlah cerita atau narasi yang luar biasa. Tak jarang bahwa kehadiran kata-kata itu disusul atau diawali dengan peristiwa yang relevan hingga menambah rasa heran saya.

Tulisan ini bersifat pengantar, berisi hakekat kata, makna, dan narasi atau cerita, mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang diakses secara online. Juga pembingkaian singkat mengenai sejumlah tulisan ke depan dalam “KMAC” yang akan mewarnai lembaran tantangan KMAC, meskipun kehadirannya mungkin diselingi dengan ragam bingkai yang lain.

Hakekat “Kata”

Definisi “kata” adalah “unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa” atau “ujar, bahasa” (KBBI). Secara linguistik, "kata" merupakan “morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas”, atau “satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal ... atau gabungan morfem ...” (KBBI). Contoh morfem bentuk tunggal adalah batu, rumah, dan datang. Sedangkan sebagai gabungan morfem misalnya pejuang, pancasila, dan mahakuasa.

Kata memiliki banyak kelas. Yang umum kita kenal adalah kata nomina (kata benda), verba (kata kerja), adjektiva (kata sifat), konjungsi (kata penghubung), premosisi (kata depan), dan kata sifat. Selain itu, masih ada jenisnya yang lain. Kelas kata itu pun ada ragamnya. Kata nomina, misalnya, secara linguistik terdefinisi sebagai “kelas kata yang dalam bahasa Indonesia ditandai oleh tidak dapatnya bergabung dengan kata ‘tidak’". Tidak mungkin kita mengatakan “tidak buku” misalnya untuk kata nomina “buku”. Kata nomina dapat berfungsi sebagai subjek atau objek dari klausa.

Ragam kata nomina adalah nomina abstrak, atributiff, kolektif, konkret, predikatif, dan verbal. Nomina abstrak biasanya berasal dari kata sifat (adjektiva) atau kata kerja (verba), yang tidak menunjuk pada sebuah objek tetapi pada suatu kejadian atau pada suatu abstraksi. Ini berlawanan dengan nomina konkret yang justru menunjukkan benda berwujud. Nomina atributif adalah nomina yang mewatasi nomina lain, seperti “kampung” dalam “orang kampung”. Nomina kolektif merujuk pada kelompok orang, benda, atau ide. Nomina predikatif merupakan nomina atau pronomina yang berfungsi sebagai predikat, seperti penulis dalam klausa “Bu Erry adalah seorang penulis”. Sedangkan nomina verbal merupakan nomina yang fungsi dan maknanya berdekatan dengan verba.

Luar biasa, bukan? Itu baru uraian mengenai satu kelas kata, ragamnya, dan sedikit contohnya, serta baru dari kajian linguistik. Belum kelas-kelas yang lain dengan tinjauan yang lebih luas dan lebih dalam.

Hakekat “Makna”

Definisi “makna” adalah “arti” atau “maksud pembicara atau penulis; pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan” (KBBI). Sebagaimana “kata”, “makna” juga memiliki beragam jenis. Yang umum kita kenal adalah makna denotatif (makna yang bersifat denotasi), makna konotatif (makna yang bersifat konotasi), makna kiasan, makna gramatikal (berdasarkan  hubungan antara unsur-unsur bahasa dalam satuan yang lebih besar), dan sebagainya.

Makna denotasi adalah “makna kata atau kelompok kata yang didasarkan atas hubungan lugas antara satuan bahasa dan wujud di luar bahasa, seperti orang, benda, tempat, sifat, proses, kegiatan”. Sedangkan makna konotasi adalah “makna (nilai rasa) yang timbul karena adanya tautan pikiran antara denotasi dan pengalaman pribadi”.

Hakekat “Narasi” atau “Cerita”

Definisi “narasi” adalah “pengisahan suatu cerita atau kejadian”, “cerita atau deskripsi suatu kejadian atau peristiwa; kisahan”, atau “tema suatu karya seni”. Sedangkan “cerita” adalah “tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal (peristiwa, kejadian, dan sebagainya)”, atau “karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman, atau penderitaan orang; kejadian dan sebagainya (baik yang sungguh-sungguh terjadi maupun yang hanya rekaan belaka”, atau “lakon yang diwujudkan atau dipertunjukkan dalam gambar hidup (sandiwara, wayang, dan sebagainya)”, atau “omong kosong; dongengan (yang tidak benar); omongan”.

Berdasarkan arti dari kata, makna, narasi atau cerita tersebut, tulisan dalam bingkai “KMAC” adalah bentuk artikel atau narasi atau ulasan tentang peristiwa atau kejadian yang terwujud dan terkait dengan munculnya kata dan proses pemaknaan, dikaitkan dengan peristiwa yang berdekatan dengan itu, mengawali atau menyusulnya.

Kata-kata yang mengilhami narasi atau cerita saya dalam seri "KMAC" di sini bisa hadir dalam berbagai bentuk, bisa hanya satu kata tapi bisa juga lebih. Makna dari kata-kata itu bisa bersifat denotatif, konotatif, gramatikal, dan sebagainya. Sementara mengenai narasi atau cerita yang terbangun bisa berupa eksposisi atau ulasan reflektif menyangkut kata dan makna terkait. Singkat kata, tidak ada batasan tentang ini.

Semoga rencana menulis tanpa jeda selama 40 hari dalam kegiatan KMAC bisa berjalan lancar. Amin. ***

 

KMAC 2 Redundant 1: Tak Ada yang Serba Pasti

 





Sumber: YPTD

Redundant 1: Tak Ada yang Serba Pasti

Oleh Erry Yulia Siahaan

Ma, apa artinya redundant,” tanya Kefas, anak saya, pagi ini. Kefas baru saja mendapatkan notifikasi yang menggunakan istilah ini dari jejaring online-nya. Puji Tuhan, saya langsung punya jawabannya. Saya sangat mengenal istilah ini. Saya sering terpapar olehnya, dalam keseharian saya sebagai guru bahasa, peminat linguistik, sekaligus pembelajar.

Sebagian orang mungkin kurang lazim mendengarnya. Mereka yang cukup baik nilai ujian bahasa (khususnya bahasa Inggris dan bahasa Indonesia), belum tentu paham. Contohnya, Kefas yang tergolong skillful dalam berbahasa Inggris.

Lagi, sebagaimana saya singgung dalam tulisan pengantar kemarin (“KMAC”dalam KMAC), pengalaman "dari kata turun ke narasi" terjadi hari ini. Kata redundant seperti langsung menggeliat dalam wacana berbahasa saya. Saya belum bisa berbuat banyak tadi pagi untuk proses pemaknaan lebih dalam, usai menjawab pertanyaan tersebut, karena harus segera ke gereja seperti yang sudah saya niatkan. Barulah malam ini saya tuntaskan pencarian saya.

Puji Tuhan. Sekali lagi, tidak ada yang namanya kebetulan. Dalam khotbah hari ini, Pendeta Ligat U. Simbolon membahas konten Mazmur 119 ayat 1-8 dari Alkitab, yang banyak mengandung apa yang disebut sebagai redundancy (kata bentukan nomina dari redundant). Demikian pula halnya dengan lirik lagu yang dibawakan oleh dua paduan suara hari ini, yakni Koor Lanjut Usia (yang membawakan lagu Sampai Masa Tuamu) dan Koor Debora (Dung Sonang Rohangku, yang artinya bahagia hatiku). Keduanya mengandung unsur kebahasaan yang tergolong redundant. (Baca tulisan berikutnya: Redundant 2: Narasi Kebahagiaan)

Tidak Diperlukan

Secara umum, dalam kebahasaan, redundant berkonotasi kurang baik, dalam artian sebenarnya tidak diperlukan, bersifat pengulangan makna, dan dapat dipangkas untuk menciptakan efisiensi bahasa. Hal ini biasanya mendapat sidikan ketat di bidang tertentu, seperti jurnalistik. Begitu editor atau korektor (yang jeli) menemukan gejala redundansi, pemangkasan sudah pasti terjadi.

Redundant, yang menurut jejak sejarahnya konon sudah dikenal sejak 1594, termasuk kelas adjektiva atau kata sifat. Redundancy adalah kata bentukan yang termasuk nomina atau kata benda.

Menurut kamus Oxford, redundant terdefinisi sebagai “not or no longer needed or useful; superfluous” dan bersinonim dengan unnecessary (tidak penting), not required, inessential, unessential, needless, unneeded, uncalled for, dispensable, disposable, expendable, unwanted, useless, dan masih banyak lagi. Terlihat, bahwa arti redundant berkonotasi kurang baik, jika tidak mau disebut negatif.

Redundant (British) juga diartikan sebagai “(of a person) no longer employed because there is no more work available” yang artinya  “(seseorang) tidak lagi bekerja karena tidak ada lagi pekerjaan yang tersedia”. (Wah, saya jadi teringat prahara dunia kerja saat pandemi Covid-19.) Padanan katanya menurut versi ini adalah sacked, dismissed, laid off, discharged, unemployed, idle, jobless, out of work, out of a job, disemployed. Sekali lagi, makna konotatifnya kurang menyenangkan.

Definisi senada bisa kita temukan pada berbagai sumber, termasuk kamus online (misalnya Merriam Webster dan Cambridge), publikasi akademik (contohnya University of Houston, Victoria), serta berbagai situs pribadi dan lembaga. Sayangnya, istilah ini belum saya lihat ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Tetapi, dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah formal, kata redundansi sudah cukup dikenal dan sering dipakai dalam linguistik modern. Konotasinya mirip dengan yang saya jelaskan sebelumnya, yakni kurang baik.

Jadi Beban

Dalam banyak bidang, redundansi dinilai mengganggu dan perlu diatasi atau ditiadakan, sebab sifatnya adalah penambahan tetapi tidak menambah kebermaknaan. Misalnya dalam bidang pendataan atau penyimpanan data dalam dunia pemrograman, ekonomi/bisnis, hukum, kepenulisan, dan lain-lain. Dalam dunia pemrograman, adanya data yang bersifat pengulangan malah menjadi beban buat server dan bisa memperlambat pemrosesan data. Dalam dunia ekonomi, adanya beberapa orang untuk bidang keahlian yang sama dan slot yang terbatas bisa dianggap sebagai porsi berlebih dan pemborosan dana. Dalam bidang hukum, penggunaan kata yang tidak diperlukan bisa membuat pemaknaan hukum menjadi kurang tegas, selain tidak efisien. Dalam bidang kepenulisan, kata-kata yang tidak diperlukan akan bertentangan dengan prinsip ekonomi kata dan kurang memenuhi kriteria akademik buat sebuah esai misalnya (sehingga bisa mengurangi skor ujian).

Contoh-contoh praktis adanya redundansi dalam bahasa Indonesia dapat kita temukan pada “hari Sabtu”, “bulan Agustus”, “sangat banyak sekali”, “warna putih”, “agar supaya semangat”, dan sebagainya. Kata “hari” pada “hari Sabtu”, “bulan” pada “bulan Agustus”, kata “sangat” atau kata “sekali” pada “sangat banyak sekali”, kata “warna” pada “warna putih”, kata “agar” atau “supaya” pada “agar supaya semangat” merupakan contoh-contoh kata yang tidak diperlukan dan bisa dihilangkan tanpa harus mengorbankan ketersampaian informasi atau tanpa mengalami distorsi makna sepenuhnya. Sehingga, deretan kata di atas cukup ditulis sebagai "Sabtu”, “Agustus”, “sangat sekali” atau "banyak sekali", “putih”, “agar semangat” atau "supaya semangat".

Bisa Asyik

Ternyata, redundansi tidak selamanya merupakan pelanggaran idealisme secara mentah-mentah. Tidak selamanya berkonotasi jelek atau negatif. Kalau dicermati, dalam konteks khusus, malah bikin asyik. Redundansi kadang diperlukan, bahkan sangat diperlukan, kendati dia akhirnya tidak digunakan sama sekali. Kok, bisa?

Dalam dunia teknik permesinan, misalnya, redundansi dinilai perlu. Sebuah situs bernama kamalogis_teknikfisika  menuliskan, pada sistem kontrol, makna kata redundansi tidak jauh berbeda, ditandai dengan terdapatnya penggunaan dari dua atau lebih alat identik tanpa adanya penambahan fungsi. Misalnya pada teknologi Pair and Spare. Nah, di sini redundansi akan bekerja apabila salah satu sisi dari sistem terkait mengalami kegagalan. Kegagalan yang terjadi akan bisa segera digantikan dengan adanya redundansi, sehingga kegagalan sistem kontrol tidak sampai menyebabkan proses berhenti.

“Redundansi memiliki peran yang sangat penting ketika bersangkutan dengan ketiga jenis proses berikut, yaitu continuous process, irreversible process, dan extended restart time,” kata penulis situs kamalogis tersebut mengutip Niazi (2020). Continuous process merujuk pada proses yang (harus) dilakukan terus menerus. Jika proses berhenti, ini akan berdampak pada proses lain yang terkait, sehingga redundansi memegang peranan penting. Pada industri farmasi, misalnya, terdapat proses pencucian/pensterilan sebelum pengisian. Jika mesin pencucian terputus di antara siklusnya, sistem redundansi mengambil alih dan proses pencucian dimulai lagi dari awal.

Pada irreversible process, terjadi proses yang tidak dapat dibalikkan, atau tidak dapat diubah atau dihentikan di tengah sebelum selesai. Pada industri kimia, setelah produk selesai dibuat maka harus sesegera mungkin diisi ke dalam wadah yang diinginkan. Jika tidak, sifat kimianya akan berubah dan kehilangan manfaat.

Pada proses extended restart time, yaitu proses yang membutuhkan waktu lama untuk mulai ulang atau restart, beberapa industri tidak berkemampuan untuk melakukan restart sistem ini, karena ini bukanlah tugas kecil dan dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk sistem bisa beroperasi penuh, bahkan hingga satu bulan. Contohnya, pada industri besi dan baja menggunakan tungku. Tungku diatur pada suhu tinggi yang konstan, di mana dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk mencapai suhu tersebut. Jika terjadi kegagalan pada sistem, suhu akan menurun dan diperlukan waktu yang lama untuk kembali stabil.

Pentingnya redundansi juga dirasakan pada bidang aerospace, di mana keselamatan pesawat dan penumpang sangat dipengaruhi oleh ada atau tiadanya redundansi. Bahwa redundansi ini akhirnya tidak dipakai sampai akhirnya pesawat masuk kandang alias harus afkir karena usia dan kondisi, itu masalah lain. Bahwa perlu biaya besar untuk redundansi, itu juga hal lain. Tapi, ada hal-hal yang tidak bisa dinilai dengan hanya mengukur besarnya biaya, misalnya keselamatan nyawa atau keberlangsungan investasi dalam jumlah jauh lebih mahal, sehingga perdebatan mengenai pentingnya redundansi di sini tidak perlu lagi ada.

Benang merah dari narasi di atas adalah tidak semua hal bisa dipandang sebagai hitam-putih dalam kehidupan ini, bahkan dalam bidang keilmuan sekalipun. Di dunia ini, tidak ada yang serba pasti. Itu sebabnya, arogansi tidak pernah layak mendapat tempat di manapun dan kapanpun. Belajar mencari dan memaknai, mendengar dan menarik esensi, jauh lebih baik ketimbang bersikukuh pada prinsip diri yang belum tentu pasti atau berisi. Bukankah esensi hidup ini adalah untuk berinteraksi dan saling mengisi? ***

Tuesday, 7 February 2023

11 Finalis AGT: All-Stars 2023

Foto: Trae Patton/NBC

Kursi sebelas finalis ajang America’s Got Talent: All-Stars 2023 (AGT: All-Stars 2023) paripurna sudah, dengan terpilihnya Kodi Lee sebagai finalis terakhir mengalahkan rival-rivalnya pada semi final minggu keenam ajang pencarian bakat paling bergengsi tersebut. Pengumuman Kodi Lee sebagai finalis ini ditayangkan oleh NBC & AGT pada Selasa (7/2) malam dan bisa disaksikan melalui Youtube.  

Ditanya oleh juri apa yang hendak disampaikan kepada superfans-nya usai audisi, Kodi Lee menjawab dengan gaya khasnya, “Help me change the world.” Penyandang autisme dan tuna netra sejak kecil ini tampil memukau dengan lagu Biblical dari penyanyi Calum Scott. Sejak berjalan masuk ke panggung, didampingi oleh ibunya, pemenang AGT 14 ini sudah disambut dengan teriakan penonton yang menyerukan namanya, "Kodi... Kodi... Kodi... Kodi.."

Sebagaimana diketahui, AGT: All-Stars 2023 dimulai awal tahun ini, dengan menampilkan sebanyak 60 aksi dari peserta AGT maupun mereka yang pernah mengikuti ajang pencarian bakat dari seluruh dunia pada musim-musim sebelumnya. Mereka tampil sebagai penyanyi, penari, ventriloquist, komedian, pesulap, dan sebagainya.

Sebanyak 10 aksi dipertunjukkan setiap minggu. Dari tiap babak semi final ini terpilih seorang peserta untuk mengisi daftar finalis berdasarkan voting dari superfan

Selain enam finalis dari enam babak semi final, juga terdapat lima peserta lain yang terpilih langsung untuk maju ke final berdasarkan lima Golden Buzzer, yakni tiga dari para juri (satu kesempatan untuk masing-masing juri), satu dari pembawa acara, dan satu lagi Group Golden Buzzer yang ditekan oleh ketiga juri dan pembawa acara bersama-sama. Ketiga juri pada ajang AGT: All-Stars 2023 adalah Simon Cowell, Howie Mandel, dan Heidi Klum, sedangkan pembawa acara adalah Terry Crews.

"Sangat luar biasa, dan sangat menarik melihat orang-orang yang telah berkompetisi di Amerika, dan melakukannya dengan sangat baik, bersaing dengan orang-orang yang memenangi acara ini di negara lain," kata Cowell, juri sekaligus produser eksekutif AGT kepada People sebagaimana diberitakan oleh NBC beberapa jam lalu. Yang benar-benar hebat dan keren, tambah Cowell, adalah begitu banyak orang yang memutuskan untuk kembali dan berkompetisi.

Berikut ini daftar kesebelas finalis AGT: All-Stars 2023:

  • The Bello Sisters (Italia), Superfan Vote (Top 10 pada AGT 15, tampil dengan aksi akrobatik).
  • Light Balance Kids (Ukraina), Golden Buzzer dari Howie (Top 10 pada AGT 14, tampil dengan bakat menari).
  • Aidan Bryant (AS), Superfan Vote (dari AGT 16, tampil sebagai aerialist).
  • Detroit Youth Choir (AS), Golden Buzzer dari Terry Crews (dari AGT 14, tampil sebagai paduan suara).
  • Avery Dixon (AS), Superfan Vote (dari AGT 17, tampil sebagai pemain saksofon).
  • Mike E. Winfield (AS), Golden Buzzer dari Simon Cowell (dari AGT 17, stand-up comedy)
  • Power Duo (Filipina), Superfan Vote (pemenang Philippines Got Talent 5, tampil sebagai pasangan penari dan aerialist).
  • Aidan McCan (Irlandia), Golden Buzzer dari Heidi Klum (dari Britain’s Got Talent 14, tampil sebagai pesulap).
  • Ana-Maria Mārgean (Rumania), Superfan Vote (dari Romania’s Got Talent 11, tampil sebagai ventriloquist).
  • Tom Ball (UK), Group Golden Buzzer (dari Britain’s Got Talent 15, dengan bakat menyanyi).
  • Kodi Lee (AS), Superfan Vote (pemenang AGT ke-14, dengan bakat bermain piano dan menyanyi)

Kompetisi di babak final AGT: All-Stars 2023 diperkirakan bakal ketat, dengan bakat dan keahlian mengagumkan dari para kontestan. Akankah pemenangnya Kodi Lee? Kita lihat saja nanti. ***

Sumber foto:

https://www.nbc.com/sites/nbcblog/files/styles/blog-post-embedded--tablet/public/2023/02/agt-all-stars-106-breakout-kodi-lee2.jpg

 

Sunday, 5 February 2023

Cukup Dibayar dengan Cinta

Oleh Erry Y Siahaan

Hari ini masuk tagihan ke telepon genggamku. Bukan soal cicilan hutang seperti yang pernah kuterima pada hari ketiga suamiku meninggal. Bukan. Bukan pula dari sepupu suamiku seperti dari mana tagihan hutang waktu itu datang. Bukan. Ini soal anjing. Dari adik perempuanku tersayang.

Mengilasbalik kisah bagaimana lebih dari 40 ekor anjing akhirnya menjadi piaraan sekaligus sahabat-sahabatnya, sungguh menarik. Sertiana, namanya, adikku, perempuan bungsu dari 11 bersaudara. Beberapa tahun yang lalu, gangguan kesehatan menjadi lebih serius dirasakannya. Adopsi anjing dari seorang teman, sangat menghiburnya.

Si mungil kemudian diberi nama Shadow, sesuai dengan bulu-bulu hitamnya yang kadang seperti bayangan di sela bulunya yang putih dominan. Juga senada dengan sifat garangnya di balik kesannya yang lembut, imut, dan kadang apatis. Adikku kemudian mendapatkan lagi seekor anjing betina yang kemudian diberi nama Blacky, karena hampir semua bulunya berwarna hitam.

Shadow dan Blacky sungguh menghibur hati. Adikku bahagia sekali. Tak habis-habisnya dia mengajak bicara dan membelai. Layaknya sahabat sejati.

Shadow beranjak besar, tapi postur tubuhnya tetap mungil. Musim kawin tiba. Blacky bunting dan melahirkan enam anak anjing, tiga jantan dan tiga betina. Anak-anak hewan itu diberi nama lucu-lucu, sesuai dengan tubuh dan kebiasaan mereka: Platty, Belty, Smally, Sleepy, Missy, dan Felly. Dinamai Platty karena bentuk tubuhnya yang lebih rata dari yang lain. Belty memiliki area berbulu hitam yang mengelilingi pinggangnya, seperti ikat pinggang di tubuh putihnya. Smally dinamai sesuai dengan tubuhnya yang berukuran kecil. Sleepy suka banyak tidur dengan merebahkan tubuhnya di lantai. Missy terlihat nyaman dengan bersembunyi di sudut ruangan atau di bawah meja, sehingga Sertiana sering memanggilnya jika waktu makan tiba. Felly suka sekali dekat-dekat dengan Soso, satu-satunya kucing di rumah Sertiana.

Namanya juga jantan, Shadow suka mengincar dan balik dilirik oleh anjing tetangga, yang suka dibawa keliling pada petang hari oleh bosnya. Coklat, lokal, tegap, si betina. Panjang juga ceritanya, sampai akhirnya si Browny menjadi milik adikku juga. Jadi, ada sepuluh hewan piara di rumah adikku saat itu, atau bahkan lebih jika ikan-ikannya juga mau dihitung

Adikku bertambah sukacita. Dia dan suami bergirang hati mengurus makhluk-makhluk itu. Banyak tawa di rumah mereka. Hari-hari berlalu. Tak terasa, waktu demi waktu mereka lewati dengan nikmat, bersama makhluk-makhluk baru, baik sepulangnya kerja maupun jika mereka seharian di rumah.

Dana? Cukuplah untuk merawat Shadow, Blacky, dan lainnya. Tak terpikir untuk segera mensteril hewan-hewan itu. Pikirnya, ah nanti saja, toh anak-anaknya masih kecil dan Blacky baru saja melahirkan. Cukuplah ada jeda waktu untuk Blacky buat istirahat dulu, tidak mungkinlah dia langsung bunting lagi, begitu pikirnya. Akhirnya, sterilisasi ditunda, hingga pada suatu waktu dilihatnya Blacky kembali berbadan dua.

Adikku makin serba salah. Terpikir bakal makin repot kalau kelahiran kedua nanti bakal memadatkan populasi di rumahnya. Dana pun tentu makin bengkak. Mau memberikan anjingnya kepada orang, dia tidak tega. Pernah dicobanya, tapi baru satu-dua hari, itu saja yang dipikirkannya. Akhirnya, dia berusaha mempertahankan mereka yang tersisa.

Begitu seterusnya, bukan Blacky saja yang melahirkan, tapi juga Browny dan Missy beserta saudara-saudaranya. Hingga akhirnya jumlah anjing menjadi 40 ekor lebih. Astaga. Terbayang bukan, bagaimana repotnya. Sementara kesehatan adikku makin buruk, tapi masih kuat berdiri, berjalan, dan diboncengi motor kalau ke tempat kerja atau ke dokter untuk kontrol.

Baca juga: If I Were Sertiana

Melalui media sosial (medsos), adikku menebar info butuh donasi. Puji Tuhan, sejak itu, ada saja bantuan. Adikku juga mencari jalan agar semua anjingnya bisa disterilisasi. Puji Tuhan. Doanya terkabul. Ada pesan agar, jika adikku memang ingin melepas, anjing-anjing itu tidak sembarang dipindah-tangan. Harus ada perjanjian, bahwa anjing-anjing itu akan mendapatkan cinta sebagai jaminan. Bukan siksaan. Bukan untuk dipotong dan dimakan.

Sepuluh ekor sudah masuk ke shelter. Beberapa ekor sampai ke tangan Pak Lurah. Beberapa lainnya ke satu dua rumah. Sisa 20-an ekor. Gemuk-gemuk dan sehat-sehat.

Bagaimana adikku tidak jatuh hati, melihat mereka berjalan dengan ekor dikibas-kibas saja sudah gemas rasanya. Postur tubuh dan peta hitam putih atau putih coklat yang unik membuat anjing-anjing ini lekas sekali diminati. Ada yang tubuhnya kekar dan berbentuk seperti sapi Bahrain atau sapi Bali, dengan tubuh coklat muda seperti ibunya, Browny. Ada yang kombinasi hitam putihnya sedemikian rupa sehingga membuat muka salah satu anjing jadi seperti burung hantu. Ada yang brewok banget. Ada yang kalem, ada yang egois, ada yang happy dan lincah sekali.

Kalau datang ke rumah adikku, anda pasti beruntung bisa mendengar lolongan anjing di loteng rumah, mengikuti aba-aba sang komandan pada apel bendera pagi atau sore lewat pengeras suara, dari kantor dekat rumahnya. Komandan berhenti, anjing-anjing ikut berhenti. Komandan bersuara, anjing-anjing ikut bersuara. Juga kalau terdengar lagu dari kantor itu. Rumah adikku itu memang pas di samping kantor itu, hanya berbatasan dengan tembok.

Kembali ke soal tagihan. Adikku sekarang sudah di kursi roda. Untuk mengurus mereka seperti dulu, tentu tidak bisa. Belum lagi, gajinya dipotong karena harus bayar hutang dan bolong-bolong kerja. Donasi menipis. Bisa dibayangkan, berapa biaya untuk memberi makan mereka. Seminggu bisa habis cukup banyak telur, ceker ayam, ati ayam, daging, nasi, Dog Choice (nama makanan pabrik yang disukai oleh anjing-anjingnya), dan sebagainya. Untuk melepas sebagian lagi anjing-anjingnya, Sertiana sudah bersedia, tapi dia mengharapkan bertemu dengan pecinta hewan sejati, yang sesuai antara perbuatan dengan janjinya untuk merawat dengan baik teman-temannya itu.

Ketika berkunjung beberapa waktu lalu, aku sampaikan niatan akan menebar info butuh bantuan via medsos dan jejaringku. Sudah ada beberapa foto dan video yg kubuat, tapi kurang baik hasilnya. Hewan-hewan piara itu tidak bisa diam. Maklum, belum cukup kenal denganku, sehingga malu tapi mau ketika disyut. Yang kulakukan sementara adalah melacak pecinta hewan dan beberapa lembaga donasi, tanpa menyertakan foto, dan langkah ini belum membuahkan hasil. Lembaga donasi dan pecinta hewan memang rata-rata baru mulai bangkit lagi setelah terimbas dampak pandemi Covid-19.

Aku menunggu foto-foto dari adikku dan iparku. Hingga akhirnya, Minggu sore, tagihan itupun datang.

"Kak, sudah ada belum Dog Choice-nya," tanya adikku, yang berharap tangan-tangan penuh cinta mau memudarkan kesedihan di hatinya, meringankan bebannya.

Bagaimana aku tidak merasa iba. Belum, jawabku. Selekasnya kuingatkan lagi tentang foto-foto yang kuminta. Segera dikiriminya, tapi kurang bagus, buram. Itu karena telepon genggam adikku memang sudah kurang bisa diandalkan untuk memotret.

Sambil menunggu foto-foto yang bagus datang, dengan gerak cepat ku-chat teman-temanku dan kuperbarui status WhatsApp-ku dan kutulis, "Mau adopsi juga boleh, cukup dibayar dengan cinta. Bukan untuk dimasak/dimakan."

Ah, semoga saja terbuka jalan. Tidak ada yang namanya perpisahan untuk persahabatan, tetapi cukup terbuka pilihan untuk meneruskan perawatan oleh adikku terhadap teman-temannya. Amin.***


3 Cara Membangun Ikatan Erat dengan Anak, Orangtua Mesti Tahu

Ikatan erat antara orangtua dan anak berpengaruh besar dalam optimalisasi kesejahteraan anak. Hubungan itu bisa dibangun lewat komunikasi ...