Media Sosial: Pedang Bermata Dua
Pedang adalah senjata. Senjata merupakan suatu alat yang digunakan untuk tujuan tertentu. Menurut Wiklipedia, senjata bisa untuk melukai, membunuh, atau menghancurkan sesuatu, tetapi juga bisa untuk mempertahankan dan melindungi diri.
Istilah “pedang bermata dua” atau “double-edge sword”
dalam Bahasa Inggris merupakan suatu idiom atau kiasan yang lumrah dipakai
untuk melukiskan sesuatu yang bisa berefek menyenangkan dan tidak menyenangkan.
Masih ingat dalam benak saya, ketika mengikuti kegiatan pra Pemilu 1992,
istilah ini dipakai untuk menggambarkan eksistensi dan kegunaan politik dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahwa politik diperlukan, tetapi juga bisa merusak.
Senada dengan itu, penulis melihat, kehadiran media sosial (medsos) dalam berbagai bentuknya bisa juga diibaratkan dengan “pedang bermata dua” Di satu sisi, medsos bisa mencapai tujuannya, yaitu mempercepat komunikasi dan diseminasi informasi, membangun relasi, memperluas pertemanan, mempermudah aktivitas (transaksi keuangan, pembelajaran jarak jauh seperti halnya di masa pandemic sekarang), memberikan peluang pekerjaan jarak jauh, dan sebagainya. Di sisi lain, medsos bisa memicu perundungan melalui dunia maya (cyberbullying) karena tidak terbatasnya apa isi dan target suatu pesan, kecemasan social (antara lain sebagai dampak kebebasan tadi), pelanggaran privacy, pembajakan, perusakan nama baik (yang tidak sebentar untuk memulihkannya), depresi, sampainya konten tak pantas ke anak-anak yang belum cukup usia, dan sebagainya.
Seperti halnya terhadap berbagai hal atau sesuatu yang baru, kecenderungan diri manusia adalah mencoba. Kemudian, jika terasa menyenangkan, manusia bisa cenderung melakukan lagi dan lagi, hingga seperti kecanduan. Istilah kecanduan sudah pasti berkonotasi negatif. Artinya, sesuatu bukan lagi dilakukan atas dasar keperluan, tapi sudah menunjukkan dominasinya dalam kehidupan.
Contoh tragisnya adalah medsos bermanfaat untuk membangun relasi, tetapi ia juga bisa merusak relasi. Berapa banyak dari kita yang sekarang ini sering duduk bersama-sama di satu tempat dan waktu yang sama, tetapi kita tidak berinteraksi langsung satu sama lain, melainkan asyik dengan gadget masing-masing? Ironisnya, itu justru terjadi di rumah-rumah di mana anggotanya seharian sudah sibuk di luar rumah tapi sekembali ke keluarga masih saja tidak bisa melepaskan diri dari godaan mengintip pesan atau ingin tahu “dunia” melalui medsos?
Frances Dalomba dalam website lifespan tahun lalu menjelaskan, pada 2005 ketika medsos baru muncul, haaya sekitar 5 persen warga AS yang terlibat dalam medsos. Angkanya menjadi 70 persen pada 2019. Hasil survey Pew Research Center (PRC) menyebutkan, orang dewasa paling gandrung dengan YouTube dan Facebook, remaja pada SnapChat dan Instagram, sementara pengguna yang lebih muda sangat suka pada TikTok. Medsos sangat umum bagi remaja masa kini.
Laporan PRC menyebutkan, 97 persen dari penduduk usia 13-17 tahun setidaknya menggunakan satu dari tujuh platform besar (YouTube, Instagram, Snapchat, Facebook, Twitter, Tumbir, dan Reddit). Waktu rata-rata yang dihabiskan untuk mengakses medsos perhari adalah sekitar 9 jam pada usia 13-18 tahun dan sekitar 6 jam pada usia 8-12 tahun.
Bagaimana di Indonesia? Kecenderungannya hampir sama:
Meningkat. Data We Are
Social (sumber: koinworks.com) menyebutkan, dalam setahun (2015-2016)
terjadi kenaikan sekitar 15% pengguna internet di Indonesia, khususnya pengguna
aktif medsos. Sementara Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII)
mengatakan, survey pengguna internet periode 2019-kuartal II/2020 mendapatkan
angka 196,7 juta pengguna, atau naik 23,5 juta pengguna (8,9 persen) dibandingkan
2018. Merupakan kenaikan luar biasa dibandingkan angka 88,1 juta pengguna pada
2015-2016. Menurut laporan We Are Social 2020, penduduk Indonesia
rata-rata menghabiskan waktu 7 jam.57 menit dalam sehari sebagai pengguna
internet. Wow, luar biasa.
Menurut catatan penulis, pada akhirnya semua hal (pengetahuan dan teknologi) akan diuji dan kembali pada kesiapan penggunanya sendiri. Meminjam istilah filsafat, nilai aksiologis sesuatu berpulang pada manusianya. Entah sesuatu itu adalah hal baru (seperti medsos), entah hal lama (pengetahuan dan teknologi yang sudah ada). Tindakan berawal dari niatan. Niatan datang dari pikiran.
Seperti pepatah bijak: “Thoughts control your feelings. Feelings control your actions. Actions control your results.”
Menulis dengan Data membuat tulisan menjadi berbeda dan kuat dari sisi keakuratannya.
ReplyDeleteTerimakasih Ibu untuk tulisannya
Mantaf
ReplyDeleteTulisan yang bernas.. Mantul sekali
ReplyDeleteKeren tulisannya
ReplyDeleteKeren... tulisannya
ReplyDeletemantul tulisanya.. sesuai fakta
ReplyDeleteMantap bu. Tulisan berdasar fakta.
ReplyDeleteArtikelnya keren bu..
ReplyDelete