Sumber: YPTD |
"KMAC" dalam KMAC
“Dari mata turun ke hati,” demikian pepatah lama. “Dari kata turun ke narasi,” demikian pengalaman hidup saya.
Mengawali tantangan 40 hari menulis tanpa jeda, dalam kegiatan bertajuk Karena Menulis Aku Ceria (KMAC), di sini saya memulai langkah untuk memuat serangkaian karya dalam kemasan “Kata-Makna Awal Cerita” atau “KMAC” – suatu bentuk ekspresi berdasarkan kisah nyata bahwa dalam hidup ini tidak ada yang namanya “kebetulan”. Semua terjadi dengan seijin Tuhan, untuk membawa kita pada rencana-Nya yang baik. Tuhan tidak pernah gagal.
Kata demi kata kerap hadir dalam hidup saya. Bukan tanpa makna ternyata, meskipun awal-awalnya sering saya biarkan berlalu begitu saja. Belakangan ini, saya menyadari bahwa kata demi kata itu, bahkan peristiwa-peristiwa yang menyertainya, bukanlah suatu “kebetulan”. Ketika saya mencoba menyimpan kata-kata itu dalam memori saya, kemudian mencaritahu maknanya, bahkan tak jarang menapaki jejak etimologisnya, saya menjadi takjub, terpana. Bahwa, bukan tanpa alasan telah ada pertemuan antara saya dengan kata-kata. Karena, dari sana, melalui tapak-tilas makna, lahir sejumlah cerita atau narasi yang luar biasa. Tak jarang bahwa kehadiran kata-kata itu disusul atau diawali dengan peristiwa yang relevan hingga menambah rasa heran saya.
Tulisan ini bersifat pengantar, berisi hakekat kata, makna, dan narasi atau cerita, mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang diakses secara online. Juga pembingkaian singkat mengenai sejumlah tulisan ke depan dalam “KMAC” yang akan mewarnai lembaran tantangan KMAC, meskipun kehadirannya mungkin diselingi dengan ragam bingkai yang lain.
Hakekat “Kata”
Definisi “kata” adalah “unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa” atau “ujar, bahasa” (KBBI). Secara linguistik, "kata" merupakan “morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas”, atau “satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal ... atau gabungan morfem ...” (KBBI). Contoh morfem bentuk tunggal adalah batu, rumah, dan datang. Sedangkan sebagai gabungan morfem misalnya pejuang, pancasila, dan mahakuasa.
Kata memiliki banyak kelas. Yang umum kita kenal adalah kata nomina (kata benda), verba (kata kerja), adjektiva (kata sifat), konjungsi (kata penghubung), premosisi (kata depan), dan kata sifat. Selain itu, masih ada jenisnya yang lain. Kelas kata itu pun ada ragamnya. Kata nomina, misalnya, secara linguistik terdefinisi sebagai “kelas kata yang dalam bahasa Indonesia ditandai oleh tidak dapatnya bergabung dengan kata ‘tidak’". Tidak mungkin kita mengatakan “tidak buku” misalnya untuk kata nomina “buku”. Kata nomina dapat berfungsi sebagai subjek atau objek dari klausa.Ragam kata nomina adalah nomina abstrak, atributiff, kolektif, konkret, predikatif, dan verbal. Nomina abstrak biasanya berasal dari kata sifat (adjektiva) atau kata kerja (verba), yang tidak menunjuk pada sebuah objek tetapi pada suatu kejadian atau pada suatu abstraksi. Ini berlawanan dengan nomina konkret yang justru menunjukkan benda berwujud. Nomina atributif adalah nomina yang mewatasi nomina lain, seperti “kampung” dalam “orang kampung”. Nomina kolektif merujuk pada kelompok orang, benda, atau ide. Nomina predikatif merupakan nomina atau pronomina yang berfungsi sebagai predikat, seperti penulis dalam klausa “Bu Erry adalah seorang penulis”. Sedangkan nomina verbal merupakan nomina yang fungsi dan maknanya berdekatan dengan verba.
Luar biasa, bukan? Itu baru uraian mengenai satu kelas kata, ragamnya, dan sedikit contohnya, serta baru dari kajian linguistik. Belum kelas-kelas yang lain dengan tinjauan yang lebih luas dan lebih dalam.
Hakekat “Makna”
Definisi “makna” adalah “arti” atau “maksud pembicara atau penulis; pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan” (KBBI). Sebagaimana “kata”, “makna” juga memiliki beragam jenis. Yang umum kita kenal adalah makna denotatif (makna yang bersifat denotasi), makna konotatif (makna yang bersifat konotasi), makna kiasan, makna gramatikal (berdasarkan hubungan antara unsur-unsur bahasa dalam satuan yang lebih besar), dan sebagainya.
Makna denotasi adalah “makna kata atau kelompok kata yang didasarkan atas hubungan lugas antara satuan bahasa dan wujud di luar bahasa, seperti orang, benda, tempat, sifat, proses, kegiatan”. Sedangkan makna konotasi adalah “makna (nilai rasa) yang timbul karena adanya tautan pikiran antara denotasi dan pengalaman pribadi”.
Hakekat “Narasi” atau “Cerita”
Definisi “narasi” adalah “pengisahan suatu cerita atau kejadian”, “cerita atau deskripsi suatu kejadian atau peristiwa; kisahan”, atau “tema suatu karya seni”. Sedangkan “cerita” adalah “tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal (peristiwa, kejadian, dan sebagainya)”, atau “karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman, atau penderitaan orang; kejadian dan sebagainya (baik yang sungguh-sungguh terjadi maupun yang hanya rekaan belaka”, atau “lakon yang diwujudkan atau dipertunjukkan dalam gambar hidup (sandiwara, wayang, dan sebagainya)”, atau “omong kosong; dongengan (yang tidak benar); omongan”.
Berdasarkan arti dari kata, makna, narasi atau cerita tersebut, tulisan dalam bingkai “KMAC” adalah bentuk artikel atau narasi atau ulasan tentang peristiwa atau kejadian yang terwujud dan terkait dengan munculnya kata dan proses pemaknaan, dikaitkan dengan peristiwa yang berdekatan dengan itu, mengawali atau menyusulnya.
Kata-kata yang mengilhami narasi atau cerita saya dalam seri "KMAC" di sini bisa hadir dalam berbagai bentuk, bisa hanya satu kata tapi bisa juga lebih. Makna dari kata-kata itu bisa bersifat denotatif, konotatif, gramatikal, dan sebagainya. Sementara mengenai narasi atau cerita yang terbangun bisa berupa eksposisi atau ulasan reflektif menyangkut kata dan makna terkait. Singkat kata, tidak ada batasan tentang ini.
Semoga rencana menulis tanpa jeda selama 40 hari dalam kegiatan KMAC bisa berjalan lancar. Amin. ***
No comments:
Post a Comment