Suaka Margakata
Homonim
Oleh: Erry Yulia Siahaan
Perbendaharaan kata dalam Bahasa Indonesia cukup beragam. Ada kosakata aktif (masih banyak dipakai hingga sekarang), ada yang pasif (sudah jarang muncul). Ada juga kosakata yang tergolong ke dalam diksi arkais, ada yang masuk ke dalam keluarga kata klasik. Di dalam keluarga kata arkais sendiri, kita bisa menemukan sejumlah kata yang memiliki dua arti atau lebih. Makna-makna dari satu kata arkais itu bisa bersumber sama, bisa juga berbeda.
Perbedaan makna bisa merupakan bawaan kata arkais tersebut, bisa karena pengaruh perkembangan bahasa itu sendiri. Perbedaan makna yang merupakan bawaan dari kata arkais mudah dikenali dalam kamus. Sebab, makna-makna itu biasanya berada dalam kategori dengan kode yang sama, yakni arkais. Artinya, kata arkais itu (untuk semua makna yang ada) memang sudah tidak lazim dipakai (untuk ini saya menyebutnya “makna bawaan”).
Menjadi tidak mudah ketika kita mendapatkan makna-makna itu dipisah, dalam artian tidak semuanya dimasukkan dalam kategori arkais. Penempatan makna pada kategori non-arkais dan arkais bisa dikarenakan dua hal. Pertama, kendala teknis penulisannya (untuk sebuah kamus ternama, kemungkinan ini kecil terjadi, tetapi tetap saja ada peluangnya, mengingat tidak ada satupun yang sempurna di dunia ini). Kedua, makna-makna itu baru muncul kemudian sebagai pengaruh perkembangan bahasa itu sendiri.
Analisis terhadap kehomoniman sebuah kata arkais yang memiliki “makna bawaan” ganda juga tidak mudah, mengingat dalam ilmu kebahasaan kita mengenal istilah lain seperti homofon, homograf, dan sebagainya. Homonim adalah kondisi di mana suatu kata memiliki lebih dari satu makna berbeda tetapi lafal atau ejaan sama. Jika lafalnya yang sama disebut homofon, tetapi jika yang sama adalah ejaannya maka disebut homograf.
Jadi, bisa saja terjadi sebuah kata arkais memiliki tulisan yang sama tetapi dibaca berbeda untuk menghasilkan makna berbeda (meskipun lazimnya pelafalan dalam Bahasa Indonesia mengikuti tulisannya). Kita ambil saja contoh dari kosakata aktif apel. Dengan bunyi yang berbeda, kata apel bisa berarti nama buah dan bisa berarti upacara. Kemungkinan seperti ini bisa terjadi pada kosakata arkais. Untuk membuktikannya diperlukan riset mendalam.
Sebuah penelitian bahasa membutuhkan referensi. Utamanya adalah kamus. Bisa juga dengan menelusuri produk-produk tulisan lama. Penelusuran semacam ini membutuhkan lebih banyak waktu dan keuletan. Tulisan ini kiranya dapat menggugah dilakukannya lebih banyak riset kebahasaan, khususnya yang berkaitan dengan kosakata arkais. Saya percaya bahwa pelestarian kosakata arkais bisa membantu upaya peningkatan literasi di Tanah Air.
Homonim dalam Kosakata Aktif
Contoh homonim dapat disimak pada dua kalimat di bawah ini (menggunakan kosakata aktif bulan).
(1) Saya akan pergi ke Jakarta bulan Maret.
(2) Malam menjadi lebih terang saat bulan purnama.
Pada kalimat pertama, kata bulan memiliki arti satuan waktu dalam hitungan 28-31 hari (dalam hal ini 31 hari). Pada kalimat kedua, kata bulan berarti nama benda langit yang mengitari bumi, bersinar pada malam hari karena pantulan sinar matahari.
Contoh lainnya adalah homonim pada kata rapat dan genting. Keduanya bisa dillihat pada pasangan kalimat di bawah ini:
Untuk kata rapat:
(1) Ayah sedang menghadiri rapat penting di kantornya.
(2) Benda padat berbeda dengan benda cair dan benda gas, sebab benda padat memiliki molekul yang jauh lebih rapat.
Untuk kata genting:
(3) Masyarakat diminta tinggal di dalam rumah karena situasi politik sedang genting.
(4) Tukang sedang memperbaiki genting rumah kami.
Pada kalimat pertama dan kedua, kata rapat ditulis dengan huruf-huruf yang sama dan dibunyikan sama, namun memiliki arti berbeda. Rapat pada kalimat pertama berarti pertemuan terencana yang dihadiri oleh lebih dari satu orang dalam sebuah lembaga atau organisasi atau perkumpulan untuk membahas sesuatu. Pada kalimat kedua, kata rapat berarti dekat sekali, hampir tidak bercelah, solid.
Pada kalimat ketiga dan keempat, kata genting juga sama halnya dengan kata rapat tadi, ditulis dengan huruf-huruf yang sama dan dibunyikan sama, namun arti keduanya berbeda. Pada kalimat ketiga, kata genting berarti gawat dan pada kalimat keempat berarti atap rumah.
Homonim dalam Kata Arkais
Berikut ini contoh kata arkais dengan makna ganda, baik sebagai “makna bawaan” maupun lainnya.
Kata arkais dengan makna bawaan bisa dilihat pada kata umbang. Sebagai verba (kata kerja), kata umbang berarti mengapung. Sebagai adjektiva (kata sifat), kata umbang berarti tampak besar dan menakutkan. Jelas sekali, kedua makna tersebut berbeda atau bersumber tidak sama. Melihat struktur huruf yang membangunnya, tampak bahwa kata umbang akan diucapkan sama untuk kedua makna yang berbeda tadi. Untuk kasus ini, dengan memperhatikan kesamaan ejaan dan pelafalan, serta makna ganda atau berbeda, kita bisa menyimpulkan bahwa kata umbang termasuk homonim.
Kata taman sebagai kosakata aktif termasuk kelas nomina (kata benda) yang berarti kebun yang ditanami dengan bunga-bunga dan sebagainya (tempat bersenang-senang). Bisa juga bermakna tempat (yang menyenangkan dan sebagainya), atau tempat duduk pengantin perempuan (yang dihiasi dengan bunga-bunga dan sebagainya). Sebagai kosakata arkais, kata taman termasuk kelas adjektiva yang berarti rajin atau betah. Dengan ejaan tersebut, kita bisa berasumsi pengucapan kata taman untuk kedua makna adalah sama. Bisa kita lihat bahwa kata taman di sini memiliki ejaan yang sama dan pelafalan yang sama, namun keduanya memiliki arti berbeda dengan sumber yang tidak sama. Berarti kata taman adalah homonim. Namun, tidak semua makna itu merupakan “makna bawaan” dari kata arkais taman. Kata taman yang masih aktif kemungkinan terjadi karena pengaruh perkembangan Bahasa.
Kata arkais wiweka bisa berfungsi sebagai adjektiva (kata sifat) yang berarti sangat berhati-hati dan bisa sebagai nomina (kata benda) yang berarti sikap berhati-hati. Kita tidak tahu pasti apakah dulu pelafalan kata wiweka itu memang berbeda, khususnya untuk bunyi “e” nya sehingga menyebabkan maknanya berbeda. Jika dilihat dari kedua artinya, kita bisa melihat kedekatan makna, hanya saja yang satu adjektiva dan satu lagi nomina. Kedekatan makna seperti ini bisa menjadi indikasi sumber yang sama, sehingga kata arkais wiweka bukanlah homonim, melainkan polisemi (akan dibahas pada edisi berikutnya).***
#Lomba Blog PGRI Bulan Februari 2021
#Hari ke-24, Rabu, 24 Februari 2021
memang perlu memperbanyak perbendaharaan kata dalam bahasa indonesia, misalnya terjemahan evaluation, assessment, dan valuing sering tertukar
ReplyDeleteArkais sudah lama ditinggalkan, oleh karena itu perlu dipopulerkan lagi, sekarang malah muncul kosa kata gaul yang digunakan oleh anak muda era wooow
ReplyDelete