Thursday 28 January 2021


"Pagar" Antara Kebebasan dan Kebablasan 

Oleh: Erry Yulia Siahaan

 

Manusia pada dasarnya senang jika diberikan kebebasan. Hanya saja, kebebasan tanpa aturan bisa membuat manusia kebablasan. Mudah untuk membuktikannya. Bayangkan, bila semua orang boleh seenaknya saja bicara atau berbuat sesuatu. Bisa terjadi baku pukul alias ribut-ribut. Atau, ketika pers boleh semaunya memberitakan sesuatu. Bisa berlanjut ruwet. Itu sebabnya dalam dunia pers,  dibuat jargon "pers yang bebas dan bertanggungjawab". Artinya, pers bebas menjalankan perannya sebagai media dalam komunikasi, informasi, dan edukasi, tetapi pers juga memiliki tanggung jawab sosial untuk menjaga kesatuan dan persatuan bangsa, menghargai hak-hak orang, tidak menyesatkan, dan sebagainya. Jika ada ketentuan "off the record", biasanya wartawan langsung tahu bahwa informasi berlabel demikian jangan sampai diberitakan. Dalam istilah teknis, "bebas bertanggungjawab" mirip-mirip dengan "hak dan kewajiban".

Dalam kehidupan sehari-hari, di antara kebebasan dan kebablasan ternyata ada "pagar", baik dalam makna eksplisit maupun implisit. Secara eksplisit, pagar bisa berarti aturan, kode etik, nilai moral, norma, dan sebagainya. Untuk ini, saya rasa semua sudah bisa memberikan contohnya.

Secara implisit, ternyata pagar memang ada di antara kebebasan dan kebablasan. Nah, untuk ini, saya punya contohnya. Rumah saya sengaja dipasangi pagar. Maksudnya, tentu saja untuk keamanan dan mendapatkan privasi. Sekalipun tidak dikunci atau digembok, (dalam pendapat saya) sebaiknya orang lain tidak membuka sendiri pagar rumah saya (dan pagar rumah orang lain) tanpa ijin. Bukan bermaksud melebih-lebihkan. Bayangkan, jika tuan rumah sedang santai. Dia merasa oke-oke saja berpakaian minim, karena merasa "aman" di rumah sendiri. Apalagi jarak dari ruang geraknya  cukup jauh dari pagar. Karena udara agak panas, dia membuka pintu samping, yang menghadap ke garasi. Tidak akan ada yang bisa melihat, pikirnya. Tahu-tahu, muncul orang (tamu) di depan pintu itu. Karena pagar tidak dikunci, orang itu main masuk saja, berjalan sampai ke garasi dan muncul di pintu. Bayangkan, betapa kaget dan panik tuan rumah dibuatnya.

Cerita yang saya himpun mengatakan, beberapa kali terjadi (kabarnya sekarang sudah tidak lagi), ada tukang listrik yang suka main buka saja pagar rumah orang dan masuk tanpa ijin untuk menengok angka di dekat sekring. Atau, tukang kebun langganan kompleks dan tetangga yang menerobos masuk ke pekarangan rumah orang dan (tanpa merasa bersalah) memetik buah (pisang, jeruk). Lebih parah lagi, ada supir tetangga yang pagi-pagi sekali menerobos pagar rumah orang dan menuju pintu teras, mendorongnya (menimbulkan bunyi agak keras) dan membuat penghuni rumah terjaga. Alasannya, iseng.

"Saya kira rumah kosong. Iseng, daripada nunggu lama," katanya ringan saat ditanya oleh Satpam. Iseng, lantaran dia (menurut pengakuannya) belum bisa menghidupkan kendaraan karena kunci masih ada pada majikan (pintu rumah majikan masih terkunci).

Di sejumlah wilayah/negara, ini yang saya pahami, lahan pribadi merupakan sesuatu yang harus dihormati. Meskipun tidak dipagari, seseorang tidak boleh sembarangan masuk tanpa ijin. Orang kaya biasanya memasang alarm untuk memberi tanda jika ada sesuatu yang menerobos. Tetapi, di sini, belum banyak yang peduli. 

Di era digital, di mana lalu-lintas informasi dan komunikasi begitu cepatnya, bahkan dalam hitungan detik, bisa terjadi pelanggaran-pelanggaran. Yakni, ketika seseorang membagi data pribadi seseorang kepada orang lain secara sembarangan. Untuk ini sudah muncul "pagar"-nya, yaitu Regulasi Perlindungan Data Pribadi (yang dimulai dari Eropa dan kini diadopsi secara global). Baca juga: Data Protection Day

Kita mempunyai kebebasan bergerak ke sana ke mari. Kita bebas menggerakkan alat tubuh kita, entah tangan, mulut, atau kaki. Tetapi ketika kita sudah melangkah melampaui sesuatu yang secara eksplisit dimaksudkan sebagai "batas", di situ kita sebenarnya sudah bablas

Jadi, yuk lebih hati-hati. **





4 comments:

  1. Siippp Bu...terimakasih sudah mengingatkan...😀🙏🙏

    ReplyDelete
  2. Bebas boleh, namun jangan sampai bablas...
    Heheheh... terimakasih sudah mengingatkan

    ReplyDelete
  3. Siap, Bu! Kebebasan yang semoga tidak akan kebablasan

    ReplyDelete
  4. Luar biasa. Benas tapi ada batasnya. Harus pandai memaknai kata bebas. Bebas tapi bertanggung jawab.

    ReplyDelete

3 Cara Membangun Ikatan Erat dengan Anak, Orangtua Mesti Tahu

Ikatan erat antara orangtua dan anak berpengaruh besar dalam optimalisasi kesejahteraan anak. Hubungan itu bisa dibangun lewat komunikasi ...