Memakna Puisi Anak (4): “Mengaji dan Rekreasi”
Oleh: Erry Yulia Siahaan
Bukan kegiatan apa yang terpenting, tetapi bagaimana intensitas interaksi yang terjadi. Jika seorang anak merindukan sesuatu, itu tanda sesuatu itu menyenangkan dan berkesan.
Sumber: https://www.rootsofaction.com/motivational-quotes-kids/
Salam Penuh Kasih!
Seorang anak mempunyai kemampuan menerima stimulus dari luar dirinya, merekamnya, meresponnya sesuai dengan tingkatan usia dan kondisinya. Mengapa suatu kegiatan yang sama bisa menimbulkan kesan berbeda bagi orang yang berbeda?
Mari kita telaah melalui puisi Sakinah Nur Arifah yang berjudul “Aku Sedih”.
Aku Sedih
Oleh: Sakinah Nur Arifah
Hari demi hari, telah kulewati
Tanpa tahu pasti, kapan Corona pergi
Aku sedih
Jauh dari teman-temanku
Jauh dari saudaraku,
Dari keluargaku
Aku sedih, di rumah saja setiap hari
Tanpa pergi mengaji, tanpa rekreasi
Aku bosan, terus saja heran
Corona tak diundang, tapi tetap datang
Aku bantu Papa
Aku bantu Mama
Karena aku banyak di rumah
Aku dengar
Teman Papa terkena Corona
Tak boleh dibesuk
Bengkelnya tutup
Aku sedih
Ojekan Papa sepi
Karena orang takut pergi-pergi
Corona, cepatlah pergi
Kami akan menyambut Tahun Baru ini
Dengan gembira
Bersama Papa, Mama, teman, dan saudara
Sakinah mengawali puisinya langsung pada kegundahan tentang pandemi yang seakan tak berujung. Sakinah sedih karena harus di rumah saja setiap hari. Tanpa pergi mengaji. Tanpa rekreasi.
Menarik sekali menyimak barisan kata-kata ini: “Tanpa pergi mengaji, tanpa rekreasi”. Dengan rima yang sama (berakhir dengan bunyi “i”), seorang anak yang jenuh, sedih, bosan dengan di rumah saja, mengungkapkan perasaannya sedemikian, sehingga kita bisa mengetahui “pergi mengaji” begitu menyenangkan bagi dirinya hingga dirindukan. Soal rekreasi, wajar jika banyak orang yang merindukannya. Tapi, mengaji?
Dengan pergi mengaji, Sakinah mungkin merasakan kehangatan lewat interaksi dengan orang lain dan itu berkesan baginya. Pesan kritis untuk kita yang selama ini (pada situasi normal) mungkin pernah atau suka melarang anak-anak berinteraksi dengan orang lain atau cenderung mengurung anak-anak kita di rumah. Mungkin saja kita melakukan itu karena pertimbangan “demi kesehatan/keselamatan anak”. Namun, menurut pandangan saya, hal itu akan membuang sebagian waktu dari periode emas mereka dalam pembentukan karakter positif yang kita harapkan, contohnya “toleransi, kerjasama, tanggungjawab, gotong-royong”.
Benar, kita mesti menjaga kesehatan, keamanan, keselamatan, buah hati kita. Tapi mungkin akan lebih bijaksana bila kita melakukannya dengan cara lain, yang lebih baik daripada sekadar melarang. Misalnya, kita bisa mendampingi anak saat mereka berinteraksi dengan teman-teman sebayanya, mengamati dari jauh, dan sebagainya.
Kita bisa membekali mereka dengan nilai-nilai yang baik dalam berkomunikasi, seperti penting mendengarkan orang lain berbicara, tidak berbicara pada saat orang lain sedang berbicara, menghargai milik orang lain, dan sebagainya.
Bahkan, Ketika anak kita termasuk anak berkebutuhan khusus (ABK), kita idealnya memberi kesempatan bagi mereka untuk bergaul dengan dunia luar. Bukan “mengurung” mereka, menyangkal keberadaan mereka, atau mengkondisikan keadaan mereka sebagai sesuatu yang eksklusif seperti mengirim mereka ke sekolah luar biasa.
Adanya sekolah inklusi dewasa ini antara lain bertujuan untuk memberikan semua anak kesempatan untuk hidup berdampingan, sebagimana nyatanya mereka terjun ke dalam kehidupan bermasyarakat kelak. Hidup berinteraksi dengan orang lain, tanpa mempersoalkan perbedaan antara mereka. Yang ABK, belajar beradaptasi dengan lingkungan nyata. Yang bukan ABK, belajar hidup berdampingan dengan orang lain. Sehingga pada gilirannya setiap anak muncul sebagai insan berkarakter kuat yang menghargai perbedaan, berjiwa toleransi, mau bekerjasama dengan orang lain, dan seterusnya. Intinya, mereka lebih siap terjun ke masyarakat dalam kondisi sebenarnya.
Sejumlah sumber menyebutkan, interaksi dengan teman sebaya sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan seorang anak. Idealya seorang anak memang bahagia berada di tengah teman-temannya. Interaksi dapat meningkatkan kemampuan seorang anak dalam komunikasi, memecahkan masalah, bahkan dalam kemajuan akademiknya. Interaksi dapat meningkatkan kecerdasan emosional anak. Sejumlah studi membuktikan, anak-anak dengan kecerdasan emosional yang tinggi memiliki peluang lebih besar untuk berhasil dalam karir (dan kehidupan).
(Bahwa ada anak-anak yang cenderung introverted, itu bukanlah penyakit atau kelainan yang mesti dianggap memalukan. Yang penting sebagai orangtua, kita tidak memakai atau memaksakan alasan kita untuk membentuk anaak-anak kita menjadi anak-anak yang tidak socialized.)
Lewat puisi Sakinah, kita diajak melihat ke dalam diri kita, apakah kita juga memiliki kerinduan akan sesuatu? Sesuatu yang berarti bagi anak-anak. Bukan hanya untuk hari ini, tetapi jauh ke depan.
Pepatah bijak mengatakan, "Those who know, do. Those who understand, teach." (Aristotle)
Salam Literasi!
No comments:
Post a Comment