Wednesday, 23 December 2020

 

Memakna Puisi Anak (5): “Suara-Suara Memilukan”

 Oleh Erry Yulia Siahaan

Puisi merupakan sarana berekspresi bebas. Anak-anak bisa menggunakan puisi sebagai alat penyampai pesan. Ketika kita mau meluangkan waktu sedikit saja lebih lama untuk menyimak puisi seorang anak, kita bisa terkejut saat menemukan dalamnya pesan di balik yang tersurat. Akankah puisi bisa menjadi jalan keluar untuk suara-suara anak tentang kondisi mereka yang selama ini tidak terkatakan (unspoken), tidak terdengar (unheard), tidak terlaporkan (unreported)?

Sumber: https://www.hiclipart.com/free-transparent-background-png-clipart-phzuq

Salam sehat.
Salam sejahtera.

Berikut ini ulasan puisi “Suara-Suara Memilukan” karya Wiffaul Hasanah, peserta didik SDN Kramat Jati 03 Jakarta.

Suara-Suara Memilukan

Oleh: Wiffaul Hasanah

Bisakah kau dengar

suara-suara memilukan

dari kejauhan

dari keluarga yang ditinggalkan?

 

Kau tahu

Ini melanda seluruh pelosok

di negaraku

 

Penyebaran Corona begitu cepat

Cepat sampai tak ada yang menyadarinya

Cepat sampai tak ada celah yang terlewatkan

Cepat hingga terasa di mana-mana

 

Bisakah kau dengar

suara-suara rintihan

dari kejauhan

dari keluarga yang ditinggalkan?

 

Hari-hari kami lewati

dengan penuh takut dan kekhawatiran

kepada para dokter, perawat, dan tenaga ahli

vaksin dan pengobatan kami pasrahkan

 

Bisakah kau dengar

suara-suara penuh harapan

dari kejauhan

dari kami semua yang tak boleh putus harapan?

 

 

Setiap kali saya membaca puisi ini, saya terharu. Seringkali menangis, meski saya sudah puluhan kali membacanya.

Wiffaul mengawali puisinya dengan kuat: “Bisakah kau dengar/suara-suara memilukan/dari kejauhan/dari keluarga yang ditinggalkan?”  Pertanyaan ini seakan dilontarkan kepada saya. Jelas, “suara” yang dimaksud oleh Wiffaul bukanlah suara dalam artian sebenarnya, apalagi dikatakan tegas “dari kejauhan”. Wiffaul sendiri tentu bukan “mendengar suara” itu dalam artian sesungguhnya. Yang jelas, Wiffaul tahu bahwa ada sesuatu yang mengusik nuraninya, tetapi dia sendiri tidak bisa berbuat banyak.

Seorang anak kelas 4 sekolah dasar bisa menyentuh titik dalam perasaan saya hanya dengan kata-kata.

Wiffaul mengulangi bagian kuat puisinya itu hampir sama pada bait keempat (kata "memilukan" diganti dengan "rintihan"), dan dengan berimprovisasi pada bait keenam (terakhir). Ini bisa disebut sebagai refrain, istilah yang selama ini mungkin kita anggap hanya berlaku untuk musik atau lagu. Refrain (Latin: refringere; Franch: refraindre; English: to repeat) adalah bagian yang diulang-ulang dalam sebuah lagu atau puisi. Dalam musik/lagu, refrain (ref, atau sering ditulis sebagai “reff” di Indonesia)  adalah satu dari setidaknya delapan struktur utama (kerangka) lagu, yang memiliki definisi yang dituliskan dengan melodi dan lirik yang sama.

Dalam lagu, refrain terdiri dari dua bagian, yaitu melodi dan lirik. Adakalanya lirik refrain dirubah sedikit, namun selalu dalam irama dan rima yang senada. Refrain biasanya (tidak selalu) ada di bagian akhir satu potong lagu (stanza) dan diulang lebih dari satu kali. Refrain bisa ditemukan juga dalam puisi (contohnya puisi Wiffaul ini). Refrain biasanya digunakan untuk meringkas pesan kita tentang sesuatu. Dengan pengulangan, kesan ingin lebih diperhatikan menjadi lebih kuat.

Apakah Wiffaul dengan sengaja membuat refrain tersebut untuk menekankan pesan utama puisinya? Wiffaul yang tahu. Entah disengaja atau tidak, adanya refrain dalam puisinya telah memperkuat pesan yang ingin disampaikan.

Wiffaul mengekspresikan perasaannya bahwa dia mengerti keadaan yang sedang terjadi, tetapi dia tak kuasa mengatasinya. Dia melewati hari-harinya dengan penuh takut dan kekhawatiran” dan mengharapkan “para dokter, perawat, dan tenaga ahli” segera menemukan “vaksin dan pengobatan”.

Pada refrain terakhir, Wiffaul berimprovisasi dengan tetap memperhatikan harmonisasi dalam rima, menggantikan “suara-suara memilukan” dengan “suara-suara penuh harapan”, serta mengganti “dari keluarga yang ditinggalkan?” dengan “dari kami semua yang tak boleh putus harapan?”.

Wiffaul juga ingin kita tahu bahwa di tengah ketidakberdayaannya sebagai seorang anak, dia dan keluarga terus berdoa masalah ini lekas berlalu.

Sekali lagi terbukti betapa dahsyat eksistensi sebuah puisi. Di tengah kegalauan dunia akan adanya suara-suara anak yang tidak terkatakan (unspoken), tidak terdengar  (unheard), tidak terlaporkan (unreported) tentang kondisi yang mereka hadapi, tentang perasaan batin mereka, mungkin puisi bisa menjadi salah satu jalan keluar.

 

I really wonder.

No comments:

Post a Comment

3 Cara Membangun Ikatan Erat dengan Anak, Orangtua Mesti Tahu

Ikatan erat antara orangtua dan anak berpengaruh besar dalam optimalisasi kesejahteraan anak. Hubungan itu bisa dibangun lewat komunikasi ...