Tuesday, 22 December 2020

 

Memakna Puisi Anak (2): "Invisible, But Terrifying"

Oleh: Erry Yulia Siahaan

 

Sumber ilustrasi: https://pngtree.com/so/virus

Salam Blogger!

Bertemu kembali dalam telaah puisi anak. Kali ini kita akan menelisik dua puisi sekaligus, yaitu puisi “Menanti Pelangi” karya Chalvin Purnama dan “Your Arrival” karya Gita Adelia Sitio. Keduanya adalah peserta didik di SDN Kramat Jati 03 Jakarta.

 

Menanti Pelangi

Oleh: Chalvin Purnama

 

Engkau kecil

Tapi menghentak bumi

Engkau tak kasat mata

Tapi berbahaya

Berakibat fatal

Menghapus canda dan tawa

 

Corona

Kami takut

Kami patuhi protokol 3M

Mencuci tangan

Memakai masker

Menjaga jarak

Agar kami terhindar darimu

 

Kami tak bisa sekolah

Semua dilakukan dari rumah

Ketakutan dibalut gelisah

Bosan rasanya

Terkurung, tak bisa ke mana-mana

Rindu bertatap muka

dengan teman dan guru tercinta

Tawa bersama

Ceria dalam canda

 

Aku percaya

Ada hikmah di balik musibah

Aku percaya

Ada pelangi sehabis hujan

 

Kini

kunanti pelangi

 

Your Arrival

By: Gita Adelia Sitio

 

Your arrival

invisible but unsetting

and terrifying

everywhere

school, work, play

 

We miss all things

We are at home every day

we always worry

about your arrival

 

Oh Corona…

Go away …

So that

we can return to our activities

as before

 

We pray to God

You will pass quickly

 

Perbedaan utama jelas sekali pada bahasa yang digunakan sebagai pengantar pesan. Chalvin menggunakan Bahasa Indonesia dan Gita memilih Bahasa Inggris. Ada kemiripan pesan dari keduanya. Mereka sama-sama mengantarkan topik Corona dengan menyatakan bahwa virus ini kecil atau tak kasat mata (invisible) tetapi cukup merepotkan. Berbahaya, kata Chalvin, dan “terrifying”, kata Gita. Keduanya menggambarkan betapa besar dampak yang disebabkan oleh makhluk renik ini (yang dipercaya sebagai mikroorganisme terkecil).

Begitu besar dampaknya, sampai si kuman kecil ini mampu “menghapus canda dan tawa” dan menebar ketakutan di mana-mana, pada banyak kegiatan, termasuk “school, work, play”.

Ketakutan membawa manusia pada taat aturan. Yang tadinya menyepelekan kebersihan, sekarang sebentar-sebentar cuci tangan. “Protokol 3M”, kata Chalvin, yaitu mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak.

Chalvin dan Gita sama-sama merasakan kerinduan akan kegiatan bersekolah dan aktivitas seperti biasa di masa nonpandemi. Kerinduan yang sama dengan apa yang disampaikan oleh Albani dalam puisinya “Pergilah, Corona” (“Go, Corona”). (Lihat Memakna Puisi Anak (1) pada link https://terbitkanbukugratis.id/erry-y-siahaan/12/2020/memakna-puisi-anak-1-pergilah-corona/)

 

Sumber ilustrasi: https://all-free-download.com/free-vector/download/rainbow-vector_179835.html

 

Sungguh membahagiakan bahwa ada optimisme dalam diri bocah-bocah cilik ini. Chalvin percaya “Ada pelangi sehabis hujan” dan Gita berdoa (tentu dengan hati yang percaya) agar Corona segera berlalu.

Salah satu catatan penting dari puisi ini adalah adanya pernyataan (baca: pengakuan) bahwa sesuatu yang tidak kelihatan ternyata bisa menimbulkan masalah besar.

Saya termasuk orang yang percaya tidak ada yang namanya kebetulan. Semua sudah dirancang-cipta. Oleh sebab itu, ketika kedua puisi ini datang kepada saya (entah sebagai editor buat buku mereka atau sebagai pembaca biasa), saya yakin semua itu memiliki makna.

Kerapkali kita menganggap enteng sesuatu yang kecil. Padahal kita tak jarang terkejut bahwa si kecil itu bisa eksis dengan begitu mengejutkan (meminjam istilah Chalvin: “menghentak bumi”). Dalam praktik hidup sehari-hari, mungkin kita menemukan kenyataan itu.

Berapa kali kita mengabaikan kebiasaan-kebiasaan penting, seperti mencuci tangan sebelum makan, istirahat cukup, makan teratur, makan tidak berlebihan, makan dengan gizi seimbang, disiplin dalam mengerjakan tugas, jujur, dan sebagainya.

Berapa kali kita menganggap kesalahan kecil itu hal biasa, lalu seakan menjadi “surat ijin” untuk kita berbohong? Lalu, sekali berbohong kita akan berbohong lagi untuk membenarkan kebohongan sebelumnya? (termasuk membohongi diri sendiri)

Bukan mustahil, yang kecil-kecil itu menggunung dan kelak “meledak”. Bukannya menyelesaikan masalah, tapi “menghentak kita”. Di situ kita sadar,  bahwa “si kecil ternyata bisa menjadi “si besar”.

Semoga kita lebih "aware".

Salam Literasi!

No comments:

Post a Comment

3 Cara Membangun Ikatan Erat dengan Anak, Orangtua Mesti Tahu

Ikatan erat antara orangtua dan anak berpengaruh besar dalam optimalisasi kesejahteraan anak. Hubungan itu bisa dibangun lewat komunikasi ...