Memakna Puisi Anak (2): "Invisible, But Terrifying"
Oleh: Erry Yulia Siahaan
Sumber ilustrasi: https://pngtree.com/so/virus
Salam Blogger!
Bertemu kembali dalam telaah puisi anak. Kali ini kita akan menelisik dua puisi sekaligus, yaitu puisi “Menanti Pelangi” karya Chalvin Purnama dan “Your Arrival” karya Gita Adelia Sitio. Keduanya adalah peserta didik di SDN Kramat Jati 03 Jakarta.
Menanti Pelangi
Oleh: Chalvin Purnama
Engkau kecil
Tapi menghentak bumi
Engkau tak kasat mata
Tapi berbahaya
Berakibat fatal
Menghapus canda dan tawa
Corona …
Kami takut
Kami patuhi protokol 3M
Mencuci tangan
Memakai masker
Menjaga jarak
Agar kami terhindar darimu
Kami tak bisa sekolah
Semua dilakukan dari rumah
Ketakutan dibalut gelisah
Bosan rasanya
Terkurung, tak bisa ke mana-mana
Rindu bertatap muka
dengan teman dan guru tercinta
Tawa bersama
Ceria dalam canda
Aku percaya
Ada hikmah di balik musibah
Aku percaya
Ada pelangi sehabis hujan
Kini
kunanti pelangi
Your Arrival
By: Gita Adelia Sitio
Your arrival
invisible but unsetting
and terrifying
everywhere
school, work, play
We miss all things
We are at home every day
we always worry
about your arrival
Oh Corona…
Go away …
So that
we can return to our activities
as before
We pray to God
You will pass quickly
Perbedaan utama jelas sekali pada bahasa yang digunakan sebagai pengantar pesan. Chalvin menggunakan Bahasa Indonesia dan Gita memilih Bahasa Inggris. Ada kemiripan pesan dari keduanya. Mereka sama-sama mengantarkan topik Corona dengan menyatakan bahwa virus ini kecil atau tak kasat mata (invisible) tetapi cukup merepotkan. Berbahaya, kata Chalvin, dan “terrifying”, kata Gita. Keduanya menggambarkan betapa besar dampak yang disebabkan oleh makhluk renik ini (yang dipercaya sebagai mikroorganisme terkecil).
Begitu besar dampaknya, sampai si kuman kecil ini mampu “menghapus canda dan tawa” dan menebar ketakutan di mana-mana, pada banyak kegiatan, termasuk “school, work, play”.
Ketakutan membawa manusia pada taat aturan. Yang tadinya menyepelekan kebersihan, sekarang sebentar-sebentar cuci tangan. “Protokol 3M”, kata Chalvin, yaitu mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak.
Chalvin dan Gita sama-sama merasakan kerinduan akan kegiatan bersekolah dan aktivitas seperti biasa di masa nonpandemi. Kerinduan yang sama dengan apa yang disampaikan oleh Albani dalam puisinya “Pergilah, Corona” (“Go, Corona”). (Lihat Memakna Puisi Anak (1) pada link https://terbitkanbukugratis.id/erry-y-siahaan/12/2020/memakna-puisi-anak-1-pergilah-corona/)
Sumber ilustrasi: https://all-free-download.com/free-vector/download/rainbow-vector_179835.html
Sungguh membahagiakan bahwa ada optimisme dalam diri bocah-bocah cilik ini. Chalvin percaya “Ada pelangi sehabis hujan” dan Gita berdoa (tentu dengan hati yang percaya) agar Corona segera berlalu.
Salah satu catatan penting dari puisi ini adalah adanya pernyataan (baca: pengakuan) bahwa sesuatu yang tidak kelihatan ternyata bisa menimbulkan masalah besar.
Saya termasuk orang yang percaya tidak ada yang namanya kebetulan. Semua sudah dirancang-cipta. Oleh sebab itu, ketika kedua puisi ini datang kepada saya (entah sebagai editor buat buku mereka atau sebagai pembaca biasa), saya yakin semua itu memiliki makna.
Kerapkali kita menganggap enteng sesuatu yang kecil. Padahal kita tak jarang terkejut bahwa si kecil itu bisa eksis dengan begitu mengejutkan (meminjam istilah Chalvin: “menghentak bumi”). Dalam praktik hidup sehari-hari, mungkin kita menemukan kenyataan itu.
Berapa kali kita mengabaikan kebiasaan-kebiasaan penting, seperti mencuci tangan sebelum makan, istirahat cukup, makan teratur, makan tidak berlebihan, makan dengan gizi seimbang, disiplin dalam mengerjakan tugas, jujur, dan sebagainya.
Berapa kali kita menganggap kesalahan kecil itu hal biasa, lalu seakan menjadi “surat ijin” untuk kita berbohong? Lalu, sekali berbohong kita akan berbohong lagi untuk membenarkan kebohongan sebelumnya? (termasuk membohongi diri sendiri)
Bukan mustahil, yang kecil-kecil itu menggunung dan kelak “meledak”. Bukannya menyelesaikan masalah, tapi “menghentak kita”. Di situ kita sadar, bahwa “si kecil ternyata bisa menjadi “si besar”.
Semoga kita lebih "aware".
Salam Literasi!
No comments:
Post a Comment