Menjalani Kenangan
Oleh: Erry Yulia Siahaan
Dari, tentang, dan untuk adikku: Oberlina Siahaan
Aku dan kenyataan ibarat menjalani kenangan. Tepatnya dalam bilik 1213 pos lima tower delapan. Aku dan kenyataan ibarat dua kaki dalam garis bilangan. Kiri di depan, kanan di belakang. Kanan di kiri, kiri di kanan. Kusiapkan diri menyambut titik nol tahun yang baru sendirian. Sedikit heran. Sudah kupastikan, kumulai langkahku selalu dengan yang kiri. Kubuat kaki kananku selalu mengerti. Tapi ceritaku bukanlah milikku. Bukan skenario yang bisa dipotong sambung, yang tergantung mood penonton, rating sinetron, atau pesanan si empunya kantong.
Tak ada tangisan saat aku putuskan naik ambulans, Rabu siang. Saran keluarga kudengarkan. Dari puskesmas, sirene mengaum menuju barisan bangunan di bilangan Pademangan. Satu penumpang diturunkan di tower tiga. Mobil kembali berjalan hingga sirene dihentikan di tower delapan. Kuikuti pemanduku, bersama teman-teman baruku. Di situ, para OTG (orang tanpa gejala) lainnya sudah menunggu. Pukul duabelas siang kumasuki ruangan. Berisi dua kamar tidur, masing-masing untuk dua orang.
“Lantai lima”. Segera kuketik-kirim melalui whatsapp, untuk saudara-saudaraku penanti setia. Menyisir setiap sudut ruang adalah jurus pertama, lewat handphone yang selalu kubawa. Lucu juga. Aku sudah seperti stringer koran di medan perang, yng selalu ditunggu berbagi cerita seru untuk pelanggan. Deretan catatan kusiapkan, sebagai daftar pesanan untuk diantarkan besok pagi atau siang, sore atau malam. Semua cuma sejauh pos gerbang. Petugas yang akan menyampaikan.
Makan malam tiba, dalam kemasan kotak seperti acara seminaran. Bukan prasmanan. Kubuat daftar apa yang tidak kelihatan tapi kubutuhkan. Ya, susu.
“Anlene atau susu beruang,” tulisku pada yang menyimak di seberang. Jangan lupa, alpukat dan pisang,” tambahku. (Wah ini piknik atau daftar belanjaan?)
“Oxymetri?” tanya ipar yang dokter dari Medan. “Sudah kubawa.”
“Planning isolasi?”
“Mungkin sepuluh hari,” jawabku.
Ya, itulah kisahku kemarin, hari pertama aku masuk Wisma Atlet. Hari kedua sejak dinyatakan hasil swab-ku positif. Sedang kusiapkan diriku untuk menikmati titik nol dalam garis bilangan tadi. Kaki kiriku di depan, kaki kananku di belakang. Kaki kananku di kiri, kaki kiriku di kanan. Dengan harapan, bisa segera pulang pada keluargaku di Cawang, pada saudara-saudaraku dalam Pomparan Ompung Saka di Jakarta, Depok, Bogor, Bandung dan Medan.
(Memeluk si Blacky
yang selalu setia menanti di jalan sempit menuju kediaman kami. Mendengarkan gonggongannya,
melihat kibasan ekor lebatnya ke sana ke mari. Hmmm …. banyak hal indah menanti
dan kunanti.) ***
Luar biasa ito, ini juga utk kita semua
ReplyDeleteKenyataan yang dijadikan puisi juga , luar biasa sentuhan seninya
ReplyDeleteKisah yang pastinya sangat menyimpan kenangan di tahun 2020
ReplyDeleteSemoga lekas sehat dan bisa beraktivitas kembali seperti sebelumnya, Bu Erry.
ReplyDeleteSelamat tahun baru, semoga sehat seperti sedia kala, diberkati Tuhan dan menjadi berkat untuk orang lain.
ReplyDeleteSwmoga Lekas sembuh ya bu, sehat..sehat...
ReplyDeleteLekas sembuh bu.. tetap semangaaaat.. 🥰🥰😍
ReplyDeleteSELAMAT TAHUN BARU 2021,segala sesuatu ada dan didalam kontrolnya Yang Kuasa,Penyayang Pengasih,dan Maha Agung dan dasyat,tak ada satupun lepas dari perhatian dan perdulinya DIA yang menciptakan dan yang mengasihi merawat dan memprosesnya,memoles memperindah sehingga semakin indah sesuai rencana-Nya. Aku ini hamba Tuhan terjadilah padaku sesuai dengan perkataanMu.
ReplyDeleteSemoga lekas sembuh Bu..
ReplyDeleteTulisannya enak sekali dibacanya.
Terimakasih sudah berbagi