Thursday, 26 November 2020

Tantangan Menulis Lagerunal (1

Tahu dan Bisa

 Membaca Algoritma “Tahu dan Bisa”

Mana yang lebih dulu harus ada, “tahu” atau “bisa”? Sungguh pertanyaan yang tidak mudah dijawab. Sepintas, berdasarkan banyak teori pembelajaran, “tahu” merupakan kemampuan paling dasar yang harus dimiliki oleh seseorang sebelum bisa menginjakkan kaki pada apa yang disebut dengan “bisa”. Dalam evaluasi, pengukuran dan penilaian dengan kata operasional “mengetahui” berada pada tingkatan lebih awal dibandingkan dengan “mampu melakukan” atau “bisa”.

Sudah sangat dikenal dalam dunia Pendidikan, khususnya dalam ranah penilaian kognitif, bahwa ada enam tingkatan proses berpikir, dari yang terendah sampai yang tertinggi. Yaitu, pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), analisis (analysis), sintesis (syntesis), dan penilaian (evaluation). Sifat kesemua jenjang itu adalah kontinum dan overlap, dalam artian ranah yang lebih tinggi meliputi ranah yang ada di bawahnya. Tingkatan itu bermuara pada istilah-istilah yang dipakai dalam evaluasi seeprti “mengemukakan arti”, menceritakan yang terjadi”, dan sebagainya untuk pengetahuan, yang berinti pada kemampuan mengingat (berdasarkan apa yang diketahuinya). Begitu seterusnya sampai pada jenjang evaluasi dengan istilah-istilah seperti memilih solusi yang lebih baik, mempertahankan pendapat, menulis laporan, dan sebagainya, yang berlandaskan pada kemampuan memberikan pertimbangan terhadap suatu situasi, system nilai, metoda, dan lain-lain.

Menentukan mana yang lebih dulu harus ada adalah semacam membaca algoritma keduanya. Secara umum, algoritma didefinisikan sebagai urutan langkah logis yang digunakan untuk menyelesaikan suatu masalah. Maksudnya, suatu masalah harus diselesaikan dengan beberapa langkah yang logis (dan berurutan). Salah satu kisah popular untuk menggambarkan algoritma ini secara gamblang adalah kisah algoritma penyeberangan sungai. Seseorang harus membawa serigala, domba, ayam, dan sayur ke sebrang sungai. Hanya ada satu perahu dan perahu itu hanya bisa memuat dua muatan. Kita diharuskan mencari solusinya berupa Langkah-langkah berurutan sehingga semua bisa terangkut dengan aman ke seberang.Yakni dengan ketentuan:

1. Serigala tidak memakan ayam

2. Domba tidak memakan sayur

3. Serigala tidak memakan domba jika ditinggal berdua di seberang

4. Serigala tidak bisa makan atau menelan sayur

5. Perahu tidak tenggelam

Contoh lain, mungkin ini yang sederhana dan akrab dengan siapa saja, kemampuan kita berjalan. Seorang bayi tidak mungkin langsung bisa berjalan, bukan? Ada proses bayi itu harus merangkak, belajar berdiri, baru kemudian berjalan.

Apakah algoritma “tahu” dulu sebelum “bisa” berlaku dalam segala hal? Untuk bisa menjawab ini, kita perlu menggali pengetahuan kita tentang berbagai informasi mengenai macam-macam realita yang bisa menjawab sebaliknya, bahwa ternyata ada yang “bisa” meskipun “tidak tahu” sebelumnya. Atau, ada yang “bisa” dan baru tahu setelahnya.

Contoh algoritma terbalik “bisa meskipun tidak tahu sebelumnya” mungkin bisa kita jumpai pada berbagai realita keseharian, baik cerita tentang pengalaman naluriah, kepekaan seseorang, kisah supranatural, atau kisah-kisah perjalanan iman seseorang.

Bayi baru lahir yang diletakkan di dada ibunya, bayi itu secara naluriah bergerak menuju putting ibu untuk menyusu. Fenomena breast crawl  ini sudah diteliti oleh sejumlah periset dari Italia dan hasil studi dipublikasikan beberapa tahun lalu. Tentu kita pernah mendengar cerita tentang bagaimana seseorang bisa mengetahui/melakukan sesuatu padahal dia sendiri belum atau tidak tahu tentang sesuatu itu. Orang yang memiliki kekuatan supranatural seringkali bisa membaca “ada sesuatu yang tidak beres” meskipun dia “belum tahu” apa yang tidak beres itu. Kita juga tentu pernah mendengar kisah-kisah luar biasa tentang bagaimana seseorang bisa melakukan sesuatu yang luas biasa dengan penuh keyakinan berdasarkan kedalaman imannya.

Ternyata, memang tidak ada yang pasti di dunia ini. Dan, yang terpenting, mungkin bukan sekadar apakah kita “tahu” atau “bisa”, karena jelas terlihat di sana ada sebuah kata sebagai jembatan sebagai pilihan, yaitu “kemauan”. Sekadar “tahu”, jelas bukan segalanya. Seperti kata Plato, “I am the wisest man alive, for I know one thing, and that is that I know nothing.” Lebih dalam lagi, nampak benar sekali apa yang dikatakan oleh Leonardo da Vinci, “nowing is not enough; we must apply. Being willing is not enough; we must do.”

Ya, dibutuhkan kemauan untuk bertindak. “Tahu” saja tidak cukup untuk memberikan dampak yang diinginkan. Harus dilakukan sesuatu untuk menjadikannya “nyata”. Lebih jauh lagi, setelah “tahu” dan “biasa”, kita sampai pada tahap “bisa”. Cantiknya algoritma!!!

 



Wednesday, 4 November 2020


In Memoriam Pastor Aloysius Luis Kean Diaz, SVD

Selamat Jalan Panutan Iman …..

Oleh: Erry Yulia Siahaan

MELAYANI selama 68 tahun sebagai imam adalah riwayat yang terbilang panjang dalam pengabdian seseorang bagi gereja. Membanggakan. Menjadi teladan sekaligus tantangan, terlebih ketika tidak didapatkan satupun cacat di sana. Semua dilalui penuh iman, penuh kemenangan, bermuara pada kebaikan.

Itulah sosok Pastor Aloysius Luis Kean Diaz, SVD, yang akrab disapa dengan “Pastor Diaz” atau “Romo Diaz” oleh umat, dengan “Om/Opa Luis” atau “Om/Opa Tuan”  oleh keluarga. Menerima tahbisan imam SVD pada 28 Oktober 1952, Pastor Diaz wafat Senin (2 November 2020) sore di Rumah Sakit St Carolus, Jakarta, pada usia 94 tahun. Sebelumnya Pastor Diaz masih melakukan aktivitasnya seperti biasa, sebelum akhirnya mengeluh sesak napas usai tidur siang dan akan mandi.

Misa requiem digelar Selasa (3 November 2020) sore, dipimpin oleh Uskup Agung Jakarta Ignatius Kardinal Suharyo Hardjoatmodjo, dihadiri oleh para pastor dan suster, keluarga besar, dan umat Paroki St. Yosef Matraman Pademangan - paroki di mana Pastor Diaz melakukan tugasnya sebagai imam selama 33 tahun. Usai misa, jenazah diberangkatkan dengan ambulance, didampingi oleh sejumlah umat dan angggota keluarga yang ingin mengantarnya sampai ke tempat peristirahatan terakhir di Pemakaman Biarawan/wati Kembang Kuning, Surabaya, Kamis (5 November 2020).

Anak pertama dari lima bersaudara dari pasangan ayah dan ibu Laurentius Kean Diaz dan Maria Yasinta Odjan ini dilahirkan pada 1 Maret 1926 di Lebao, Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Luis Diaz sudah sejak kecil menyatakan keinginannya menjadi imam.

“Awalnya, ibu tidak merestui keinginannya menjadi Imam, sebab Pastor Diaz adalah anak lelaki satu-satunya. Berkat doanya yang terus menerus, lahirlah adik laki-laki, sehingga pada akhirnya kedua orangtuanya merestui dan menghantar anaknya menjadi seorang Imam SVD,” tutur FX Dwi Fajar Sulistyodi dari Paroki Pademangan membuka misa.

Pastor Diaz memulai masa novisiat pada 15 Agustus 1945, berkaul pertama pada 15 Agustus 1947, dan berkaul kekal pada 15 Agustus 1952. Ditahbiskan sebagai imam Serikat Sabda Allah atau SVD (Societas Verbi Divini) oleh Mgr. Gabriel Manek, SVD di Nita, Maumere, Pastor Diaz selama pengabdian dan pelayanannya sebagai Biarawan Misionaris SVD pernah bertugas sebagai staf pengajar/prefek di Seminari Mataloko, Penilik Sekolah di Sikka, Maumere, staf di Bagian C Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Praeses Postulat di Batu, Pastor Rekan di Paroki St. Yosef Matraman pada 1975 dan Pastor Kepala di Paroki St. Alfonsus Rodriguez Pademangan pada 1983, Praeses Biara Soverdi Jakarta, dan anggota Dewan Pimpinan Provinsi SVD Jawa. Pada 1993, Pastor Diaz kembali melayani di Pademangan hingga akhir hayatnya.

 

 Sumber: Sesawi, 2 November 2020

 

Panutan Iman

Pastor Diaz adalah seorang panutan iman. Ini adalah simpulan tersingkat untuk menggambarkan beliau, sejak dulu hingga sekarang. Beliau adalah orang yang konsisten pada janjinya, setia pada panggilannya. Menjaga kesucian, mewujudkan perdamaian, bersandar pada iman, diterapkannya sebagai perilaku keseharian.

“Yesus, Engkau yang membawa saya kemari, Engkau yang memberikan saya tugas mulia ini. Dan saya sudah bekerja serta berusaha memberikan yang terbaik dari diri saya. Maka, apa yang belum atau tidak bisa saya selesaikan, kiranya Engkau lah yang menyelesaikan, lakukanlah Tuhan, “ tutur Dwi mengulangi doa indah Pastor Diaz.

 

 Sumber: Dok. keluarga

Di Pademangan, Pastor Diaz bersama umat memupuk iman, berkolaborasi hingga terwujud apa yang disebut ’Pastoral Umat”, karya pastoral dari umat, bersama umat dan untuk umat. Selalu tersenyum dan terbuka pada umat, hidup penuh kesederhanaan dan kerendahan hati, ikhlas memberi, telah menjadi keteladanan bagi umat. Umat diajak untuk lebih peduli terhadap pertumbuhan gereja, khususnya bagi Paroki Pademangan yang sudah berusia 51 tahun.

Di mata keluarga, sebagaimana dituturkan oeh JD Fernandez Odjan, Pastor Diaz adalah sosok yang setia, penyayang, lembut, santun, selalu tersenyum, taat, disiplin, tidak mau menyusahkan orang lain, murah hati, mau memberi dan melayani. Beliau adalah figur yang melaksanakan dua pilar utama dari karya misi, yaitu karya dan doa.

Romo dari Pademangan, P Gregorius Sasar Harapan, SVD mengakui Pastor Diaz sebagai model/panutan biarawan sejati, panutan iman. Selalu berkata sopan. Tidak pernah berkata negatif tentang apapun atau siapapun. Beliau adalah penyalur berkat. Pendoa umat. Ensiklopedi tentang perkembangan karya misi SVD di Indonesia, khususnya Provinsial SVD se-Jawa.  Juga, pahlawan iman.

“Kalau saya lakukan dengan iman, tentu Tuhan menolong saya,” tutur Romo Greg menceritakan kisah Pastor Diaz tentang pengalamannya tahun 1965 saat menjalankan tugas dari KWI untuk mengantarkan sikap gereja ke Istana, padahal waktu itu situasinya amat sulit.

Uskup Agung Jakarta menyampaikan terima kasih kepada keluarga Lebao yang telah memberikan “putra terbaik” bagi gereja. Gereja kehilangan sosok teladan. Sosok yang menjaga kesucian dalam lembaran hidup, sejak awal sampai akhir tarekatnya. Di usia tuanya, kata Uskup, “tidak nampak kecemasan sedikitpun pada Pastor Diaz.” Beliau justru makin senior dalam rasa penuh syukur.

Kita semua kehilangan. Namun, warisan karya dan iman beliau akan lestari dalam diri semua yang ditinggalkan, yang masih berziarah di dunia yang fana ini. ***

 

 Dok. Keluarga:

   

 

 


 


3 Cara Membangun Ikatan Erat dengan Anak, Orangtua Mesti Tahu

Ikatan erat antara orangtua dan anak berpengaruh besar dalam optimalisasi kesejahteraan anak. Hubungan itu bisa dibangun lewat komunikasi ...