Tuesday 25 April 2023

"Neraka" itu Disebut "Somnifobia"

Ilustrasi dampak negatif somnifobia. (Sumber: Dreamstime)

"Neraka" itu Disebut "Somnifobia"

Oleh Erry Yulia Siahaan

Tidur merupakan kegiatan paling nikmat. Terlebih di saat kita sedang mengantuk dan letih. Sayangnya, tidak semua orang bisa tidur. Baik karena memang sulit tidur (atau biasa dikenal sebagai insomnia) maupun karena takut untuk tidur (somnifobia).

Sejauh ini cukup banyak ulasan mengenai gangguan tidur. Yang termasuk populer adalah insomnia. Nah, somnifobia agak terbalik dari insomnia. Seseorang yang mengalami somnifobia bukannya ingin tidur tapi sulit tidur seperti pada insomnia, melainkan dia memang takut untuk tidur.

Somnifobia bisa dibilang "neraka" bagi mereka yang letih dan membutuhkan tidur, tetapi tidak bisa lantaran rasa takut yang ekstrem. Penyebabnya bermacam-macam, dari trauma hingga gangguan tidur apnea.

Trauma bisa karena mendapatkan mimpi buruk berulang saat tidur, seperti mimpi tenggelam, atau takut mengalami kelumpuhan tidur.

Apnea berarti berhentinya pernapasan sementara. Jadi, gangguan tidur apnea adalah gangguan yang menyebabkan pernapasan berhenti saat kondisi tidur. Apnea bisa terjadi berulang kali, sehingga oksigen ke otak berkurang. Kekurangan oksigen pada otak, bila tidak segera ditangani, bisa memicu terjadinya masalah kesehatan yang lebih kompleks dan serius.

Adanya pengalaman bermimpi buruk dan apnea ini bisa menyebabkan seseorang menjadi takut untuk tidur.

Seperti yang dialami oleh Doni (tokoh ilustrasi) selama bertahun-tahun. Dia sudah mencoba untuk tertidur, namun begitu usahanya kelihatan mulai berhasil, kecemasan menguasainya dan dia pun akhirnya tidak jadi tidur. Atau, kalaupun sempat tertidur (biasanya paling lama dua jam) dan merasakan diri mulai rileks, dia merasa seolah-olah kehilangan kendali.

Kalau sudah cemas begitu, Doni bangun lagi. Adrenalin memacu dirinya sehingga tidak lanjut tidur. Doni akan berusaha mengulangi lagi usahanya untuk kembali tidur, atau terpaksa menyerah saja.

Amy Fleming pada the Guardian edisi Senin (24 April 2023) menuliskan kisah Elizabeth Johnson,yang menderita somnifobia sejak berusia 12 tahun. Padahal, sebelumnya justru dia pengin sekali bisa tidur, namun mengalami kesulitan. Dia berusia tujuh tahun ketika mengalami insomnia. Dia takut tidak bisa tidur. Seiring berjalannya waktu, dia kemudian malah menjadi takut untuk tidur.

Fleming menjelaskan, ketika suatu kali pernah tertidur dengan baik secara mental, bisa muncul ketakutan bahwa tidur berikutnya tidak akan bisa seperti sebelumnya. Pada kasus lain, penyebab somnifobia adalah takut bermimpi buruk. Atau, merasa tidak aman jika sampai tertidur, misalnya (kata situs Cleveland Clinic) karena takut berjalan dalam tidur.

Konon, kalau sedang mujur, Johnson bisa tidur sampai lima jam. Kalau kurang beruntung, dia tidur selama nol sampai dua jam. Bahkan, pernah terjadi beberapa hari berturut-turut dia tidak tidur.

Insidensi

Somnifobia merupakan jenis fobia spesifik dan irasional. Fobia spesifik ini merujuk pada ketakutan intens pada objek, situasi, atau hewan tertentu. Menurut Cleveland Clinic, sebenarnya orang dengan fobia spesifik mengetahui, kecemasan yang mereka rasakan sangat ekstrem dibandingkan dengan ancaman sebenarnya yang ditimbulkan oleh rasa takut tersebut. Tetapi, tetap saja yang bersangkutan sulit mengelola rasa takutnya itu.

Somnifobia berbeda dari kecemasan tidur (sleep anxiety), meskipun keduanya sama-sama melibatkan kekhawatiran tentang tertidur. Orang dengan sleep anxiety cemas karena mereka harus berjuang untuk mendapatkan tidur yang cukup. Orang dengan somnifobia takut kalau sampai tertidur. Ketakutannya itu lebih intens, seperti khawatir sesuatu yang buruk akan terjadi pada mereka ketika mereka tertidur.

Faktor risiko tersignifikan untuk somnifobia adalah riwayat parasomnia berupa masalah tidur kronis, seperti mimpi buruk atau kelumpuhan tidur. Pengidap parasomnia mungkin cemas untuk tidur, atau khawatir mengalami kembali masalah buruk saat tidur.

Tidak diketahui berapa banyak orang yang terkena somnifobia, karena biasanya insiden ini bukan diagnosis utama. Ia muncul sebagai penyerta atau ikutan dari kondisi lain, mulai dari gangguan tidur yang umum hingga Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) - gangguan mental akibat pengalaman traumatis, seperti bencana alam, kecelakaan, terorisme, perang/pertempuran, pelecehan seksual, kekerasan dan sejenisnya.

Penelitian menunjukkan, lebih dari 40 juta orang dewasa di Amerika Serikat memiliki gangguan tidur kronis. Lebih dari 12% orang dewasa di AS memiliki fobia spesifik. Fobia spesifik dua kali lebih umum pada wanita dibandingkan pada pria.

Kelumpuhan tidur ikut menjadi salah satu penyebab somnifobia, kata Dr Alanna Hare, konsultan pada Department of Sleep and Ventilation dari North-West London's Royal Brompton Hospital. "Hingga 40% populasi pernah mengalaminya setidaknya sekali. Bisa sangat menakutkan untuk menjadi lumpuh."

Hare menggambarkan ini sebagai "masalah mis-signaling fisiologis" yang mungkin berhubungan dengan sedikit gangguan pada cara tubuh bergerak menuju kelumpuhan. Ini bagian normal dari tidur, khususnya pada awal tidur atau pada tahap tidur yang lebih ringan (meskipun sebenarnya itu tidak perlu terjadi). Normal untuk mengalaminya sesekali, terutama bila tubuh terlalu lelah atau stres. "Jika terjadi sangat sering, itu memerlukan pemeriksaan lebih lanjut."

Gejala dan Pengobatan

Gejala umum somnifobia adalah rasa tertekan yang hebat saat memikirkan atau mencoba untuk tidur, mudah marah, membiarkan lampu atau televisi menyala saat mencoba tidur, berjuang untuk berkonsentrasi sepanjang hari karena sangat takut untuk tidur.

Gejala fisik bisa saja muncul. Dalam kasus yang parah, kata Cleveland Clinic, ia bisa menyebabkan perubahan pernapasan atau sesak napas (dyspnea), nyeri atau sesak dada, menggigil atau berkeringat dingin, hiperventilasi, jantung berdebar-debar, mual atau muntah, gemetar atau tremor yang tidak terkendali.

Penderita somnifobia dianjurkan menemui spesialis tidur dan psikiater. Diagnosis biasanya ditegakkan melalui serangkaian uji oleh penyedia layanan kesehatan, lewat pertanyaan-pertanyaan seputar iya atau tidak takut tidur.

Yakni dengan melacak seberapa baik atau buruk kualitas tidur seseorang, apakah rasa takut itu mengambilalih fokus dari tugas sehari-hari, sudah berapa lama berlangsung (sudah enam bulankah atau lebih), apakah kondisi itu mengganggu hubungan, pekerjaan, sekolah, atau tanggung jawab lainnya. Juga, apakah terjadi stres atau kecemasan yang terus-menerus dan secara negatif memengaruhi kesehatan emosional atau fisik.

Pengobatan somnifobia mirip dengan pengobatan fobia spesifik lainnya, seperti obat untuk mengurangi kecemasan atau penurun frekuensi detak jantung (contohnya beta blockers seperti propranolol) atau obat penenang atau sedatif (contohnya preparat benzodiazepine seperti alprazolam, yang efeknya jangka pendek).

Tidak ada cara untuk mencegah somnifobia. Yang bisa dilakukan adalah mengusahakan tidur lebih baik dengan kebiasaan hidup yang sehat. Hindari terlalu sering menggunakan gadget atau televisi, setidaknya hindari mereka satu jam sebelum waktunya tidur, konsumsi makanan bergizi baik dan seimbang, berolahraga teratur, batasi kafein dan alkohol karena dapat mempengaruhi siklus tidur, dan tidurlah dalam suasana yang sejuk dan gelap. ***

No comments:

Post a Comment

3 Cara Membangun Ikatan Erat dengan Anak, Orangtua Mesti Tahu

Ikatan erat antara orangtua dan anak berpengaruh besar dalam optimalisasi kesejahteraan anak. Hubungan itu bisa dibangun lewat komunikasi ...