Saturday 27 February 2021

Suaka Margakata

Kata Arkais dalam Bahasa Figuratif

Oleh: Erry Yulia Siahaan

Setidaknya ada tiga cara yang bisa diterapkan dalam merevitalisasi penggunaan kosakata pasif, arkais, dan klasik dalam khasanah literasi di Tanah Air. Yaitu reuse, recycle, dan repurpose atau disingkat 3R. Reuse berarti memperpanjang usia penggunaan suatu kata atau memakai ulang. Recycle berarti mendaur ulang. Repurpose berarti menata kembali tujuan penggunaan kata.

Repurpose dapat dilakukan dengan melakukan improvisasi pada penggunaan kosakata pasif, arkis, dan klasik sehingga lebih hidup, menarik, relevan, dan tidak ketinggalan zaman. Langkah yang bisa dilakukan adalah dengan menggunakan kosakata tersebut dalam bahasa figuratif, seperti metafora, simile, personifikasi, dan lainnya.

Sebuah tulisan, menurut saya, idealnya mampu menjadi alat komunikasi, informasi, dan edukasi. Terlebih jika tulisan itu dilepas ke publik. Sebab, secara langsung atau tidak langsung, karya-karya yang diperuntukkan bagi publik berpengaruh dalam membentuk opini massa. Kita berharap, kreasi tersebut mampu menggiring opini ke arah yang positif dan mendidik. Menggunakan kosakata pasif, arkais, dan klasik berarti memperkenalkan kembali kata-kata itu untuk bermuara pada pengayaan literasi, sekaligus pewarisan bahasa nusantara. Selain kata-katanya memperkaya diksi publik, maknanya diharapkan ikut mendidik.

Bahasa Figuratif 

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bahasa adalah “sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri”. Bahasa juga berarti “percakapan (perkataan) yang baik; tingkah laku yang baik; sopan santun”. Sedangkan figuratif berarti bersifat kiasan atau lambang.

Bahasa figuratif adalah bahasa yang menggunakan kiasan. Jadi, makna dalam bahasa figuratif bukanlah makna secara literal (harfiah) atau makna dari kata-kata yang menyusunnya, melainkan makna kiasan.

Ada cukup banyak tipe bahasa figuratif. Tulisan ini mengulas beberapa saja di antaranya, diikuti contoh bahasa figuratif yang sudah ada dan yang bisa kita ciptakan dari kosakata pasif, arkais, dan klasik. Semua kata atau istilah tidak langsung terkenal atau dikenal. Ia pasti mulanya muncul sebagai sesuatu yang baru. Ia kemudian menjadi kosakata aktif setelah diterima dan banyak dipakai. Demikian pula dengan frase dan kalimat. Mnghidupkan kembali kosakata lama melalui bahasa figuratif memang membutuhkan keberanian. Spekulatif. Namun tetap harus dicoba. Semoga bisa diterima lebih luas.

Metafora

Metafora adalah pemakaian kata atau kelompok kata untuk melukiskan sesuatu berdasarkan persamaan atau perbandingan. Misalnya, membandingkan sesuatu yang abstrak dengan entitas yang nyata. Seperti contoh berikut ini:

(1)   Orang itu adalah buaya darat.

(2)   Waktu adalah uang.

(3)   Keluarga adalah harta termahal.

Itu adalah contoh metafora dengan menggunakan kosakata aktif. Dalam diksi arkais, ada sejumlah kata atau frase yang biasa digunakan sebagai metafora. Misalnya, lalat hijau yang berarti muncikari. Sehingga dalam bahasa figuratif, kita bisa membuat kalimatnya menjadi misalnya:

  • Perempuan itu adalah lalat hijau.

Contoh lain adalah kata kelindan yang termasuk kelas nomina (kata benda), yang berarti  benang yang baru dipintal; benang untuk pemutar kincir; benang berpilin untuk menjalankan jentera; benang yang sudah dimasukkan ke dalam lubang jarum (untuk menjahit). Sebagai kiasan, kata kelindan yang diubah menjadi verba (kata kerja) berkelindan memiliki arti erat menjadi satu. Contoh metafora untuk diksi ini adalah:

  • Norma-norma yang baik berkelindan dalam diri Budi dan keluarganya. 
  • Budi dan teman-temannya berkelindan sebagai saudara.

Simile

Simile adalah majas yang menyamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dengan menggunakan kata-kata pembanding seperti bagaikan, seperti, dan sebagainya. Simile mirip dengan metafora. Perbedaannya metafora tidak menggunakan perbandingan atau kata-kata pembanding. Contoh simile dengan kosakata aktif adalah:

(1)   Bibirnya bak delima merekah.

(2)   Mereka berdua bagaikan pinang dibelah dua.

(3)   Alis matanya seperti semut beriring.

Contoh dengan kosakata arkais adalah:

  • Perempuan itu seperti lalat hijau.

Perbedaan penggunaan frase lalat hijau pada metafora dan simile adalah bahwa pada metafora perempuan yang dimaksud memang seorang muncikari. Pada simile, perempuan tersebut mungkin karena gayanya (berpakaian, bahasa, gesture, tindak-tanduk, dan sebagainya) mirip atau serupa dengan gaya muncikari.

Dari kata arkais nyonyeh, kita juga bisa membuat simile sebagai berikut:

  • Pemuda itu masih berusia empatpuluh tahun, tetapi tampangnya seperti nyonyeh.

Dalam kalimat itu terdapat fakta bahwa orang yang dimaksud masih berusia empatpuluh tahun. Pada usia itu, seorang laki-laki biasanya masih kekar dan gagah. Namun, karena perawakannya menunjukkan sebaliknya, kita menggunakan kata nyonyeh yang berarti tua. Lebih ekstrem lagi, nyonyeh juga berarti tua sekali, tidak bergigi lagi. Terlihat bahwa simile di sini memiliki makna perumpamaan yang cukup ekstrem.

Personifikasi

Personifikasi adalah bahasa figuratif yang mempersamakan benda mati atau makhluk selain manusia menjadi seperti manusia, baik dalam bertindak, berpikir, bergaya, dan sebagainya. Contoh pada kosakata aktif adalah:

(1)   Pohon nyiur itu menari-nari ditiup angin.

(2)   Tanaman di rumah kehausan selama kami tinggal berhari-hari. Daun-daunnya kuning merana.

Untuk kosakata arkais, kita bisa contohkan penggunaan kata panus, dari kelas nomina yang berarti penyangga dian atau lilin.

  • Panus di pojok ruang berdiri dan diam saja di tengah kegelapan malam. Ia tak jua berteriak tentang dirinya yang sia-sia, tak menopang siapapun dengan ketiadaan cahayanya saat itu.

Melalui personifikasi itu, saya melukiskan keadaan di rumah saya pada suatu malam, listrik padam, lilin-lilin sudah habis dinyalakan. Panus di rumah saya tidak lagi ditancapi lilin karena lilin sudah habis, warung sudah tutup.

Hiperbola

Hiperbola adalah bahasa figuratif yang sengaja dilebih-lebihkan untuk mendapatkan efek tertentu. Contoh hiperbola dengan kosakata aktif adalah:

(1)   Suaranya mengguntur di lapangan.

(2)   Isak tangis dan airmatanya menenggelamkan keluarganya.

Pilihan diksi mengguntur bermaksud menimbulkan efek penguatan makna bahwa suara orang dimaksud keras sekali, seperti suara guntur di alam terbuka yang kedengaran ke mana-mana. Pada kalimat kedua, ada kata menenggelamkan, yang bertujuan menguatkan pesan betapa orang dimaksud menangis sejadi-jadinya, dengan air mata bercucuran dan isak tangis yang membuat semua terbawa emosi kesedihan orang tersebut.

Untuk kata klasik, kita bisa pilihkan kata caruk, yang berarti menguliti, sebagai berikut:

  • Keterangan saksi dan bukti-bukti mencaruk terdakwa.

Dalam contoh ini, saya menggambarkan bahwa keterangan saksi dan bukti-bukti begitu kuatnya sehingga membuat terdakwa tidak berkutik atau tidak bisa lagi menolak tuduhan bersalah atas tindakan yang dilakukannya.

Lainnya
Masih banyak bahasa figuratif lainnya yang bisa membingkai kosakata pasif, arkais, dan klasik sehingga tetap relevan dalam berbagai konteks di era sekarang.  Seperti ironi, sinisme, sarkasme, eufimisme, idiom, dan lain-lain.

Ironi digunakan untuk menyatakan sesuatu dengan makna atau maksud yang berlainan atau sebaliknya dari makna sebenarnya kata-kata yang digunakan. Misalnya:

  • Semua orang bilang anda memang orang yang hemat.

Sinisme merupakan pernyataan sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keiklasan dan ketulusan hati. Contohnya:

  • Anda memang yang tercantik di dunia ini, sampai mampu mengalahkan kecantikan Ratu Kecantikan sejagat.

Sarkasme merupakan pernyataan yang lebih kasar daripada ironi dan sinisme. Sarkasme mengandung kepahitan dan celaan yang getir. Contohnya: 

  • Mulutmu adalah harimaumu.

Eufemisme adalah bahasa figuratif yang bertujuan menghaluskan makna dengan memilih diksi yang bermakna konotatif positif. Contoh untuk kosakata aktif adalah:

  • Pemerintah memberikan subsidi untuk para tunawisma.
  • Kesibukan perempuan yang tinggal di kota-kota besar menyebabkan tingginya kebutuhan akan asisten rumah tangga.

Tunawisma adalah penghalusan untuk gelandangan, dan asisten rumah tangga untuk pembantu.

Idiom merupakan kiasan di mana kata-kata yang membentuknya mempunyai arti sendiri-sendiri tapi sebagai kesatuan menimbulkan makna yang baru. Contohnya:

  • Anak itu dikenal panjang tangan.

Panjang tangan di sini dimaksudkan sebagai tukang mencuri.  ***



#Lomba Blog PGRI Bulan Februari 2021

#Hari ke-27, Sabtu, 27 Februari 2021

 

No comments:

Post a Comment

3 Cara Membangun Ikatan Erat dengan Anak, Orangtua Mesti Tahu

Ikatan erat antara orangtua dan anak berpengaruh besar dalam optimalisasi kesejahteraan anak. Hubungan itu bisa dibangun lewat komunikasi ...